METROPOLITAN - Panca Sukses yang selama ini digaungkan Kabupaten Bogor di sepanjang persiapan hingga perhelatan Pekan Olahraga Daerah (Porda) Jawa Barat XIII 2018, rupanya masih menjadi tanda tanya besar. Sukses prestasi, administrasi, penyelenggaraan, budaya hingga ekonomi merupakan beberapa pokok tujuan yang termaktub dalam konsep ‘Panca Sukses’ Kabupaten Bogor, tuan rumah penyelenggaran pesta olahraga paling bergengsi antardaerah di Tanah Pasundan.
Sukses ekonomi merupakan satu di antara lima poin paling menjadi soroton sebagian masyarakat Bumi Tegar Beriman. Ditambah adanya Pesta Raya Bogor (PRB) yang merupakan salah satu rangkaian Porda XIII Jawa Barat 2018 untuk mendongkrak perekonomian masyarakat Kabupaten Bogor.
Berdasarkan pantauan Metropolitan, lebih dari 350 tenda disediakan panitia untuk pedagang berjualan di kompleks Stadion Pakansari. Mulai dari pintu 5 hingga 12 kosong tak berpenghuni. Tak hanya kosong, yang terparah gundukan sampah khas suasana pasar ikut menambah sensasi kumuh pagelaran PRB yang sudah berlangsung sejak Sabtu (06/10) hingga Senin (15/10).
Tak sampai di situ, PRB yang digadang melibatkan sejumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Bumi Tegar Beriman, nyatanya masih didominasi pelaku bisnis yang mayoritas bukan asli warga Kabupaten Bogor. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian khusus Pengurus Besar (PB) Porda terkait minimnya keterlibatan pelaku UMKM Kabupaten Bogor di ajang pesta olahraga empat tahunan ini.
Salah satu penjual aksesori gawai di PRB, Noka Saputra, mengaku sangat kecewa ikut ambil bagian dalam Pesta Raya Bogor. Selama mengikuti even tersebut, pengunjungnya tidak sesuai yang diharapkan. “Sepi banget, nggak sesuai harapan. Saya pikir acara besar pengunjungnya banyak, saya suka ikut keliling ke berbagai even seperti ini,” katanya.
Disinggung soal pendapatan per hari di Pekan Raya Bogor, ia mengaku tak lebih dari Rp200.000 per hari. Tentu angka tersebut sangat jauh dibawah pendapatannya, jika dibandingkan di tempat biasa dirinya berjualan.
“Sehari paling cuma Rp200.000. Kalau di tempat biasa di angka Rp1,5 juta per hari. Jangan kan buat untung, minimal buat balik modal dan uang rokok saja tidak ada kalau untuk yang sekarang,” keluhnya saat ditemui Metropolitan, kemarin.
Hal senada juga dirasakan Hendra, pedagang baju di Pekan Raya Bogor. Ia mengaku sangat kecewa melihat pengunjung Pekan Raya Bogor yang sangat jauh dari harapan. Buruknya manajemen pengelolaan gerbang masuk Pakansari oleh panitia serta tidak adanya petunjuk masuk atau rambu bagi pengunjung, membuat dirinya merasa sangat dirugikan.
“Sedih lihat keadaan pembelinya, nggak seperti yang saya harapkan. Acara ini kan even besar massa kayak gini sih, lebih mending di tempat saya biasa jualan. Di sini saya paling dapat per hari di angka Rp800.000. Tapi kalau di tempat biasa saya jualan bisa sampai Rp3 juta. Jauh banget kan perbandingannya, apalagi di sana biayanya kecil. Di sini biayanya besar, jadi kan nggak nutup,” geram Hendra.
Menanggapi polemik tersebut, Ketua Harian PB Porda, Rustandi, menjelaskan terkait sukses ekonomi yang dicanangkan pemkab itu jika pihaknya sudah menerima laporan lengkap dari panitia Pekan Raya Bogor. Terkait total transaksi dan perputaran uang selama perhelatan porda, dirinya mengaku hingga detik ini belum menerima laporan rinci terkait jumlah transaksi yang terjadi.
“Salah satu barometer penilaian sukses ekonomi bisa dilihat dari total transaksi yang terjadi antara pedagang dan pembeli. Tapi, kami masih menunggu rincian pelaporan hal tersebut dari panitia Pekan Raya Bogor,” tutur Rustandi.(ogi/c/yok/py)