METROPOLITAN - Peredaran dan penyalahgunaan narkoba di Kota Bogor semakin memprihatinkan. Dari data Satuan Narkoba Polresta Bogor Kota, ada 27 kasus penyalahgunaan narkoba dengan 33 tersangka, berikut barang bukti berupa sabu-sabu 44,8 gram, ganja 147,4 gram, ganja gorila 54,1 gram, aprazolam 250 butir, hexymer 9.421 butir dan tramadol 6.808 butir.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, saat Pelatihan Integrasi Antinarkoba dalam Pembelajaran bagi Guru Pendidikan Jasmani Jenjang SMP se-Kota Bogor di SMP Negeri 1 Kota Bogor, Senin (22/10). Dalam kurun waktu 2015-2017, jumlah penyalahgunaan narkoba di Kota Hujan cenderung naik- turun. “Pada 2015 ada 185 kasus. Tahun berikutnya pada 2016 ada penurunan jadi 141 kasus. Tapi pada 2017 ada peningkatan jadi 176 kasus,” terangnya.
Setali tiga uang, tren kriminalitas jumlah pengedar narkoba yang diringkus petugas mengalami naik-turun. Ade menambahkan, pada 2015 petugas menangkap 257 pengedar. Jumlahnya turun pada 2016, menjadi 183 pengedar. Sedangkan pada 2017 naik jadi 211 pengedar yang ditangkap. “Untuk angka pengguna narkoba yang ditangkap ada tren penurunan sejak 2015. Dari 127 pengguna lalu turun pada 2016 dengan jumlah 63 orang. Turun lagi setahun berikutnya jadi 37 orang,” paparnya.
Belakangan ini, sambung Ade, ada beragam modus dalam skema peredaran narkoba dengan menjadikan generasi muda sebagai target pasar yang potensial. Terlebih untuk pengedar. Belum lagi, pendidikan perilaku, akhlak dan agama rendah berpengaruh dalam konsumsi kemajuan sistem informasi dan komunikasi. Tak ayal, kondisi tersebut menempatkan Kota Hujan sebagai kota dengan jumlah penyalahgunaan narkoba terbesar kedua se-Jawa Barat.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor, Fahrudin, mengatakan, melihat fakta tersebut tak aneh jika secara nasional menciptakan kondisi darurat narkoba. Disdik bersama orang tua dan kepolisian diminta berhati-hati dalam mengasuh dan mengawasi siswa.
Tak hanya itu, Badan Narkotika Kota (BNK) Bogor berkoordinasi dengan kepolisian untuk melakukan tindakan represif bagi peredaran dan penyalahgunaan narkoba, melakukan sosialisasi dan penyuluhan mengenai bahaya narkoba, membentuk Satgas Antinarkoba dari kalangan pelajar, tokoh agama dan tokoh masyarakat. “Saat ini Kota Bogor masih dalam proses penjajakan kerja sama dengan BNN agar bisa hadir di Kota Bogor,” terangnya.
Dari 27 kasus penyalahgunaan narkoba yang diungkap Satuan Narkoba Polresta Bogor Kota, sebagian besar berasal dari pengembangan aksi pelajar di malam hari, termasuk di antaranya saat aksi balap liar di beberapa titik se-Kota Bogor.
Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya, menyebutkan, dalam setiap operasi cipta kondisi (cipkon) yang dilakukan, tak jarang petugas mendapati pelajar atau pemuda yang menyimpan narkoba atau obat terlarang psikotropika. “Untuk psikotropika, pil itu banyak didapat saat operasi cipkon malam Minggu saat banyak anak-anak kumpul hingga balap liar,” katanya.
Tak hanya itu, sambung dia, petugas juga mengembangkan kasus darimana para pelajar mendapatkan barang haram tersebut. “Adanya remaja yang kebut-kebutan, balap liar, tawuran dan biasanya saat operasi kedapatan sedang mabuk, fly lah. Kami kembangkan sampai ke pengedar,” tegasnya.
Salah satu contoh pelajar Bogor terkait peredaran narkoba jenis ganja dan sabut terjadi pada 2014. Saat itu ada dua pelajar SMK dan dua mahasiswa yang ditangkap pihak berwajib bersama beberapa paket ganja dan 0,70 gram sabu.
Berdasarkan pemeriksaan, dua pelajar berinisial PS dan AN tersebut masih bersekolah di kelas 1. Keduanya ditangkap di lokasi berbeda. Dari tangan keduanya, polisi mengamankan barang bukti berupa lima paket kecil berisi ganja seberat 53 gram.(ryn/c/yok/py)