METROPOLITAN – Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI dengan nomor register 0242/IN/X/2018/ JKR menguak tentang maladministrasi dalam penanganan pencemaran Sungai Cileungsi, beberapa waktu lalu.
Lembaga negara itu mengeluarkan tindakan korektif yang harus dipenuhi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor untuk mengatasi kasus tersebut dan diberi tenggat waktu 30 hari pasca-keluarnya surat laporan akhir.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Bogor, Nurhayanti, mengakui adanya LAHP itu sebagai bentuk laporan yang baru. Meski begitu, dia meyakini jika sebelum waktu yang diberikan selama 30 hari yang diberikan Ombudsman untuk melakukan tindakan korektif, pihaknya sudah membuat laporan ke lembaga negara itu. “Saya melihat ada tindakan korektif yang harus kami lakukan. Ada waktu 30 hari, tapi kami nggak akan menunggu waktu itu habis baru melaporkan,” kata Bunda Yanti, sapaan akrabnya, kemarin.
Sejak terbitnya LAHP tersebut, Yanti bersama dinas dan pejabat terkait sudah mengadakan rapat sebagai tindak lanjut menanggapi laporan tersebut. Sudah ada rapat yang dilaporkan beserta rencana langkah konkret sebagai tindakan korektif dari hasil akhir laporan Ombudsman.
Meski begitu, mantan sekretaris daerah (sekda) Kabupaten Bogor periode 2009-2013 itu enggan membeberkan lebih detail soal tindakan korektif apa saja yang akan disampaikan menanggapi LAHP dari Ombudsman itu. Dia hanya menekankan kemarin ada rapat terkait LAHP soal kisruh warga Sentul City, namun belum ada yang bisa dia terangkan.
“Hasil rapat juga kita laporkan, akan ada langkah konkret, belum saya laporkan karena masih digodok ya. Sabar lah, menunggu matang dulu pertemuannya. Nah, hasilnya itu dimasukkan dalam langkah korektif kami terhadap laporan hasil akhir mereka,” ungkapnya.
Sebelumnya Kepala perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, mengatakan, pihaknya menerima informasi awal soal pencemaran sungai akibat limbah industri itu sejak 30 September.
Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, mulai Oktober hingga November, kedapatan ada empat instansi yang mendapatkan catatan buruk penyebab terjadinya pencemaran. Yakni, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, DLH Provinsi Jawa Barat, Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK.”Hasil pemeriksaan, pencemaran ini sudah lama, setidaknya mulai awal 2017. Pemkab seharusnya menjalankan Perda Nomor 6 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. DLH memang pernah memberikan sanksi kepada perusahaan membandel, tapi diabaikan, sehingga pencemaran terus berlangsung sampai Oktober 2018,” papar Teguh. (ryn/b/yok/py)