Minggu, 21 Desember 2025

Pemkot Wajib Tutup Jalur R3?

- Jumat, 14 Desember 2018 | 08:25 WIB

METROPOLITAN – Berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bogor dengan nomor perkara 64/Pdt.G/2018/PN.BGR yang tertuang dalam akta perjanjian damai tertanggal 19 September 2018, suka tidak suka Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor harus menutup Jalan Regional Ring Road (R3) yang berdiri di atas lahan seluas 1.987 meterpersegi milik Siti Khadijah di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Jumat (14/12).

Dalam akta tersebut dijelaskan, Pasal 12 huruf (c) tertera bahwa tergugat, Wali Kota Bogor Bima Arya, Sekretaris Daerah Ade Sarip Hidayat serta Kepala Dinas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Chusnul Rozaqi diharuskan menutup jalan R3 apabila tidak bisa membayar sama sekali.

Kuasa pemilik lahan, Salim Abdullah, mengatakan, Pemkot Bogor harus memenuhi 20 poin yang tertera dalam akta perdamaian demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. “Artinya, pemilik lahan dan pemerintah harus menghormatinya. Jadi, tidak ada istilah tawar-menawar lagi,” tutur pria yang akrab disapa Aab itu.

Ia menilai jika pemerintah mengabaikan putusan PN Bogor, maka akan menjadi preseden buruk dalam dunia peradilan di Indonesia. “Kapasitas dan kapabilitas pemerintah dipertaruhkan di sini. Kalau tidak melaksanakan putusan itu, sama saja tak menghargai hukum di republik ini,” katanya.

Apabila poin-poin kesepakatan damai tidak dilaksanakan pemkot pada 14 Desember 2018, pihaknya akan melayangkan somasi, baik pada pemerintah maupun PN Bogor. “Sebanyak 20 poin itu harus dilaksanakan karena sudah inkracht. Penutupan jalan R3 itu sudah disetujui pemerintah yang ditandatangani tiga tergugat,” bebernya.

Ia mengaku pihaknya telah memberikan toleransi yang cukup tinggi bagi Pemkot Bogor sejak 2014. “Saya sudah banyak memberi toleransi. Tapi kami hanya mendapat surat perjanjian, tapi tidak ada yang dilaksanakan,” katanya.

Lebih lanjut Aab menuturkan, pemkot juga gagal merealisasikan tukar guling lahan miliknya dengan tanah milik Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) seluas 2.410 beserta sisa kurang bayar senilai Rp509 juta pada 28 September 2018. “Lalu, kalau pemkot tidak bisa membayar tanah kami secara penuh pada 14 Desember 2018, otomatis jalan harus ditutup sesuai yang tertera dalam akta perjanjian damai,” ungkapnya.

Menanggapi hal itu, asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Bogor, Hanafi, mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengikuti hasil keputusan akta van dading yang telah dikeluarkan pengadilan yang berbunyi pemerintah daerah harus menggantikan dan membayar tanah tersebut.

“Kita sudah berusaha semaksimal mungkin dalam konteks anggaran untuk tahun ini. Sekarang kita mengappraisal dulu tanah itu, kemudian menggantinya pada 2019,” ujarnya. Untuk pembayaran dan penggantian tanah tersebut, sambung Hanafi, kemungkinan bisa terlaksana pada 2019. Mengingat saat ini pihaknya tengah menerka-nerka berapa rupiah yang harus dikeluarkan pemkot.

 “Kita sedang appraisal dan meminta LO dari kejaksaan. Hasil dari kejaksaan kemarin, mereka sedang memproses. Setelah itu baru PUPR appraisal tanah tersebut demi mendapatkan angka dan harga,” sambungnya.

Untuk pembayaran sendiri, Hanafi memaparkan, pihaknya harus mengikuti aturan main yang berlaku. “Tidak langsung begitu saja, semua ada mekanismenya. Desember ini kita appraisal dulu untuk mendapatkan angkanya. Angka itu sebagai dasar pencairan setelah keluar angka dan harga berdasarkan appraisal baru kita bayarkan,” tutupnya. (ogi/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X