METROPOLITAN – Kisruh pembangunan Perumahan Harmoni di Desa Gunungsari, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, kini memasuki babak baru. Tak hanya izin lingkungan yang ditempuh melalui cara haram, sejumlah persoalan lingkungan juga ikut hadir di tengah proses pembangunan. Sejumlah warga di Kampung Tonggohkober, RT 02/02, Desa Gunungsari, belakangan mengeluhkan air sumurnya berkurang pasca adanya proyek Perumahan Harmoni. Warga setempat, Ade (35), mengaku merasa dirugikan lantaran air sumurnya berkurang. Hal ini diduga tebing di belakang SDN Gunungsari 04 terkikis dan cenderung berpotensi menimbulkan longsoran. “Sumber air sumur warga di sini berkurang jauh. Lihat saja. Itu yang becek di sana, air dari tebing ini. Itu mata air kami, dibiarkan begitu saja sama pengembang,” katanya. Ia sangat menyayangkan dinginnya sikap pengembang yang cenderung cuek kepada masyarakat sekitar. Tak hanya pemukiman warga, dua sekolah tepat di atas proyek juga terancam menjadi korban selanjutnya. “Sebenarnya yang terkena dampak pembangunan perumahan itu warga RT 02/02, berikut SDN Gunungsari 04 dan SDN Tarikolot 02. Kalau mereka mengantongi izin lingkungan, lingkungan yang mana. Kami tak pernah merasa tanda tangan,” tegasnya. Berdasarkan investigasi Metropolitan di lapangan, izin lingkungan yang dikantongi pengembang merupakan izin warga RT 03/02 yang lokasinya jauh dari tempat pembangunan. Idealnya, jika pengembang meminta izin lingkungan kepada masyarakat sekitar, warga Kampung Tonggohkober, RT 02/02 yang mestinya menjadi sasaran izin pengembang bukan masyarakat yang tinggal di RT 03/02. Sebab, lokasi warga Kampung Tonggohkober, RT 02/02, tepat di atas proyek pembangunan perumahan tersebut. Berbeda jauh dengan RT 03/02 dari lokasi pembangunan perumahan di Desa Gunungsari, Citeureup, Kabupaten Bogor tersebut. Hal senada dikatakan Soleh. Ia menilai warga sekitar merasa kesulitan ingin mengajukan protes ke pengembang lantaran pihak RT, RW hingga kepala desa dinilai tak bisa diharapkan dan tidak berpihak kepada masyarakat sendiri. “Tapi kami bingung membuktikan kepada pengembang. Kami tidak mengerti mekanismenya seperti apa, debit air kami berkurang karena pembangunan ini. Sudah itu pengembang diam saja melihat air kami, minimal dibuatkan penampungan biar tidak terbuang,” keluhnya. Lantaran tidak percayanya dengan pemerintah wilayah setempat, sambung Soleh, sejumlah warga akhirnya bergerak sendiri tanpa pihak RT, RW dan desa. “Makanya sekarang warga bergerak sendiri-sendiri, mengumpulkan KTP mau protes ke pengembang. Soalnya RT, RW dan kadesnya seperti tidak peduli. Harapan kita kan kades. Sekarang kadesnya begitu,” katanya. Terpisah, Kepala Desa Gunungsari, Hendra, sepertinya enggan menanggapi persoalan izin lokasi perumahan di wilayahnya. “Nanti saja, saya tidak di kantor,” singkatnya. (ogi/c/yok/py)