METROPOLITAN – Polemik perebutan lahan pemakaman antara ahli waris dengan MNC Land, sebuah anak perusahaan MNC Group di Kampung Ciletuhhilir, Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, terus bergulir. Warga sampai-sampai curhat ke Istana Negara dan DPR RI, karena merasa diabaikan pemerintahan setempat. Terlebih saat eksekusi pemindahan makam, unsur Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Cigombong dibantu Polres Bogor ikut membantu ahli waris yang diduga dimodali MNC Land. Kuasa Hukum Warga, R Anggi Triana Ismail, menuturkan, permasalahan hukum yang ada kini berujung pada masalah sosial menjadi buram. Apalagi, tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) yang diduga belum berizin yang diperkuat keterangan Dinas Tata Ruang Kabupaten Bogor. Aduan warga kepada Komisi II dan Komisi III DPR RI direspons baik. Dengan tenggang waktu 14 hari sejak 23 Februari, wakil rakyat akan melakukan sidak ke lapangan, berikut pemanggilan pihak terkait seperti muspida dan muspika. “Tak lain karena tidak adanya respons dari muspida dan muspika untuk turun tangan menyelesaikan permasalahan ini. Alhamdulillah anggota dewan merespons baik,” katanya. Apalagi, sambung dia, kehadiran jajaran Muspika mulai dari koramil, kapolsek hingga camat dan muspida dari Polres Bogor, nyatanya bukan memberi solusi, malah berdampak buruk. Aduan warga soal etika perbuatan mengandung delik hukum dari pihak terkait. “Kondisi ratusan warga mengkhawatirkan. Keterpurukan nasib akibat tidak adanya pelindung secara konstitusi, berikut stigma birokrat di Kabupaten Bogor. Permohonan wakaf yang dibuat susah, berikut permohonan surat lain yang sifatnya pelayanan publik, sengaja tidak difasilitasi. Hal ini menambah catatan buram pelayanan publik di sana,” terangnya. Sementara itu, Kepala Desa (Kades) Watesjaya, Rudi Irawan, enggan terlalu menanggapi keluhan warga dan ahli waris pemakaman umum kaitan eksekusi pemindahan makam yang dibantu aparat, akhir Januari. Apalagi saat itu diketahui ada salah sasaran dari makam yang dipindah. “Saya mah nggak tahu, itu mereka (ahli waris, red) yang tujuh orang, meminta kepada muspika. Kalau salah (eksekusi), apalagi saya nggak tahu,” katanya. Sepengetahuannya, masyarakat dan ahli waris setempat ingin agar perusahaan membereskan urusan lahan tanah dan rumah yang juga termasuk rencana pembangunan, sebelum pemindahan makam. Selain itu, ada keinginan dari ahli waris untuk bisa memindahkan makam leluhurnya ke tempat yang diinginkan. “Ingin rumahnya dibereskan dulu. Terus mereka kan dipindah sesuai keinginan mereka, pindahnya ke mana. Ya salah satu (faktor penolakan)-nya seperti itu,” ucapnya. Dia juga tak tahu-menahu soal jumlah makam di lokasi tersebut serta jumlah ahli waris. Meskipun pernah ada beberapa orang yang ‘sowan’ kepadanya selepas eksekusi. “Total mah saya nggak tahu, warga di situ yang tahu. Apalagi jumlah ahli waris juga nggak tahu,” paparnya. Sebelumnya, persoalan ini sampai ke telinga Dandim 0621/Kabupaten Bogor Letkol Inf Harry Eko Sutrisno. Ia sudah mendapatkan informasi soal gesekan antara warga dengan aparat dan perusahaan di wilayah selatan Kabupaten Bogor itu. Baginya, perlu ada mediasi yang baik di antara warga, aparat pemerintah dan perusahaan. Harry juga mengaku sudah menyampaikan kepada jajaran Muspida untuk melakukan pendekatan bicara baik-baik. Sehingga jika ada perusahaan atau investor yang mau masuk, harus sesuai aturan. “Perlu mediasi yang baik, harusnya ada konsesi dengan masyarakat, maunya (warga) apa, MNC mau nya apa. Saya sampaikan kepada muspida. Sebaiknya bicara baik-baik, jadi kalau perusahaan mau katakanlah menguasai lahan nya masyarakat harus dengan cara yang wajar dan sesuai aturan,” katanya saat ditemui Metropolitan di Makodim 0621/Kabupaten Bogor, kemarin. Mantan Pamen Mabes TNI itu menambahkan, kisruh ini lebih pada kurangnya komunikasi sehingga tidak terjalin kesepakatan. Harry juga akan mengawasi dan bergerak sesuai prosedur yang ada. “Kaitan bargaining saja sebetulnya. Intinya kita bergerak sesuai aturan, tidak bisa tanpa itu. Soal potensi gesekan, kami siap bantu Muspida, karena kalau mau investasi ya harus sesuai aturan,” ucapnya. Seharusnya, sambung dia, segera dilakukan mediasi dengan warga agar masalah tidak berlarut-larut dan menjadi ‘bola salju’ yang semakin membesar tiap waktunya. Perusahaan pun harus mengakomodasi keinginan warga setempat agar terjalin kesepakatan. (ryn/b/yok/py)