Senin, 22 Desember 2025

Dewan Sebut Pemkot nggak Becus

- Rabu, 13 Maret 2019 | 07:12 WIB

METROPOLITAN – Hasil dead­lock pada pertemuan keempat antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dengan kuasa hukum pe­milik lahan Regional Ring Road (R3) pada Senin (11/3), rupanya mengundang reaksi hebat dari Komisi IV DPRD Kota Hujan.

Sekretaris Komisi IV DPRD menyayangkan musyawarah terakhir antara Pemkot Bogor dan ahli waris harus berakhir deadlock. “Kami sangat menyKota Bogor, Atty Somadikarya, ayangkan hasil pertemuan terakhir. Hasil itu dinilai seba­gai salah satu bukti ketidak­mampuan pemkot dalam me­menuhi hak masyarakat Bogor,” terangnya.­ Terlebih, banyak masyarakat yang terkena dampak negatif penutupan jalur R3. Artinya, pemkot gagal memberikan hak masyarakat. Politisi PDI Perju­angan itu menilai pemkot se­harusnya bisa menyikapi per­soalan ini dengan terencana dan sistematis. “Mufakatnya ketemu tidak dalam hasil pertemuan itu. Kalau tidak, itu pertanda salah satu kegagalan pemkot dalam berkomunikasi,” ujarnya. Be­berapa waktu lalu, DPRD mau­pun pemkot sudah membahas anggaran pembebasan lahan R3. Bahkan, pihaknya sempat memberikan solusi. “Saat meminta anggaran kepada kami, pemkot sedang menunggu titik temu dengan pemilik lahan. Singkatnya, kalau tidak ada titik temu dengan pemilik lahan, pem­bahasan kemarin buang en­ergi saja. Berarti dalam ekse­kusinya pemkot tidak becus,” tegasnya. Seperti diketahui, terjadinya hasil deadlock pada pertemu­an keempat Senin (11/3) lan­taran Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Bogor, sebagai pemberi kerja kepada Kantor Jasa Peni­lai Publik (KJPP), dinilai tidak taat dan patuh dalam melaks­anakan putusan Pengadilan Negeri (PN). “Berdasarkan hasil putusan Nomor 64/Pdt.G/2018/PN BO­GOR, pihak PUPR tidak men­jalankan Pasal 3 Ayat 3 yang menjelaskan bahwa tergugat mesti membayar kompensasi mulai Juni 2014 hingga akhir 2018,” terang Kuasa Hukum Pemilik Lahan R3, Herli Her­mawan. Dalam Surat Perintah Kerja (SPK) appraisal, DPUPR tidak memerintahkan KJPP men­ghitung ganti rugi yang di­maksud dalam akta van dadding atau akta perdamaian. Pihaknya juga tidak mengetahui apa yang menjadi dasar PUPR melakukan hal tersebut. “Padahal itu wajib ditaati dan dipatuhi pemkot sebagai penggugat. Artinya, hasil appraisal telah cacat da­lam prosesnya,” bebernya. Karena tidak ada mufakat atas musyawarah terakhir, sambung dia, pemilik lahan beserta tim kuasa hukum akan mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri (PN) Bogor. “Kita dikasih waktu 14 hari untuk mengajukan keberatan ke PN, itu semua berdasarkan peraturan perundang-undan­gan,” ungkapnya. Terpisah, Sekda Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, menjelaskan, akta perdamaian sudah dija­dikan rujukan dan dilampirkan dalam SPK kepada Tim Appra­isal. Hanya saja tidak dibuat detail untuk penghitungan kompensasi. “Secara detail tidak dibuat dalam SPK oleh PUPR,” katanya. Jika pemilik lahan ingin mengajukan keberatan kepada PN Bogor atas hasil appraisal yang telah dilakukan, maka Pemkot Bogor akan mengikuti prosesnya berdasarkan aturan. “Itu hak mereka, kita ikuti saja,” paparnya. (ogi/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X