METROPOLITAN – Tak hanya Kota Bogor yang baru memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik sebesar 0,3 persen dari keseluruhan jumlah luas wilayah, Kabupaten Bogor juga belum mampu menyediakan RTH publik yang sesuai dengan aturan. Dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah perkotaan wajib menyediakan RTH 30 persen dari luas wilayah dari RTH publik 20 persen dan RTH private 10 persen.
Diketahui, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor mendorong Cibinong Raya sebagai wilayah perkotaan sesuai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kabupaten Bogor. Pemkab pun wajib menyiapkan RTH sesuai aturan itu. Cibinong Raya yang terdiri dari kecamatan Cibinong, Bojonggede, Sukaraja, Babakanmadang dan Citeureup itu punya luas sekitar 17 ribu hektare, sehingga RTH yang tersedia setidaknya 5 ribuan hektare.
Nyatanya bukan soal kekurangan lahan atau anggaran yang membuat pemkab lamban dalam penyediaan RTH, namun banyak area terbuka bukan aset pemerintah, melainkan milik perorangan. Akhirnya, pemkab pun hanya bisa mendorong lahan fasilitas sosial (fasos) fasilitas umum (fasum) dari perumahan-perumahan yang ada di Cibinong Raya untuk dijadikan RTH. “Lahan banyak, tapi kebanyakan bukan aset kita,” kata Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bogor, Suryanto Putra, kepada awak media.
Dia menambahkan, ada 24 titik potensi RTH, mulai dari Kecamatan Sukaraja hingga Gunungputri, yang akan diincar untuk menjadi RTH publik. Mulai dari status lahan milik pemkab atau fasos fasum dari pengembang. Apalagi pertumbuhan Cibinong Raya terkait pembangunan perumahan cukup tinggi, sehingga perlu aturan khusus untuk melindungi area-area yang direncanakan sebagai RTH publik milik dan dikelola pemda.
“Saat ini RTH yang memberikan fasilitas publik yang sudah jadi kan Situ Plaza Cibinong. Artinya, realisasi sesuai aturan pun masih jauh panggang dari api, untuk memenuhi 30 persen RTH dari luas wilayah. Tapi sekarang mulai ada (perencanaan). Kita cenderung menggunakan lahan-lahan yang ada dan sudah tidak produktif, karena terbatas ya, untuk menjaga ekosistem terutama sumber daya air,” katanya.
Dia menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPera) Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan diatur jenis RTH, yakni RTH alami dan RTH non-Alami. Saat ini, pemkab serius menggarap RTH Publik non-alami yang tumbuhan di dalamnya sengaja ditanam, kemudian taman yang ada bisa dipakai untuk aktivitas warga.
”Kalau RTH alami yang seperti tanah-tanah kosong yang tidak ada peruntukkannya, banyak di Kabupaten Bogor. Tapi, yang kita inginkan itu RTH yang bisa dimanfaatkan warga, layaknya taman aktif,” tutup Suryanto. (ryn/c/yok)