METROPOLITAN - Terkuaknya dugaan pengendapan dana bonus produksi PT Star Energy Geothermal Salak di kas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor sebesar Rp32 miliar rupanya berbuntut panjang. Hingga saat ini, duit bonus produksi untuk 15 desa se-Kecamatan Pamijahan itu belum juga turun.
Pendamping Pelaksana CSR Star Energy Geothermal Salak, Siswanto, mengatakan, pihaknya sudah mentransfer bonus produksi ke kas daerah Pemkab Bogor sejumlah Rp32 miliar dengan rincian bonus produksi 2015-2016 sebesar Rp23 miliar dan bonus produksi 2017-2018 semester pertama sebesar Rp9 miliar. Sehingga total sudah Rp32 miliar masuk ke kas daerah namun belum disalurkan ke wilayah. ”Akhirnya kita curiga, sengaja diendapkan supaya ada bunga deposito yang bisa diambil kalau ngendap 1-2 tahun,” katanya.
Jika belum juga segera disalurkan, sambungnya, bisa saja ada pihaknya enggan menyalurkan dana itu melalui pemda lagi di masa mendatang, tapi langsung ke kantor kecamatan atau pemerintah desa, sesuai PP nomor 28 tahun 2016. Selain itu, jika sampai dua bulan kedepan pencairan tidak segera dilakukan, pihaknya bakal melaporkan empat pejabat pemkab ke KPK lantaran dianggap menahan hak warga desa.
”Pokoknya dinas yang ada keterkaitan secara langsung. Yang mengurus pencairan itu. Draft sudah ada, tinggal kita surati kalau tidak ada itikad baik dari pemkab,” papar Sis.
Dia juga menekankan, bonus produksi bukan bagian dari CSR, sehingga tidak terkait dengan tim fasilitas Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL), yang sudah dibentuk bupati untuk mengurus CSR dari perusahaan. ”Perusahaan punya renstra (rencana strategis, red) lima tahunan, renja (rencana kerja, red), kita pedoman itu, tak harus melibatkan TJSL,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Bogor Deni Ardiana menyebut belum rampungnya peraturan bupati (perbup) jadi kendala belum bisa dicairkannya dana tersebut, sekaligus pendataan. Pada surat keputusan itu nantinya disebutkan nominal serta peruntukan dana.”Termasuk pembagian dana yang masuk kas pada 2017 itu. Tunggu putusan dulu,” terangnya.
Terpisah, Wakil Ketua Tim TJSL Yusfitriadi menjelaskan, dana produksi berbeda dengan CSR, karena masuk ke pos pendapatan asli daerah (PAD). Ia mengakui, pemkab tidak punya aturan tegas terkait pengaturan hal itu. Termasuk cara masuk, distribusi hingga sektor yang menjadi tujuan.
”Itu belum ada. Itu juga bukan ranahnya TJSL, kita urus CSR yang masuk program yang tidak dibiayai pemerintah. Baik yang dilaksankan langsung perushaan atau yang diserahkan ke TJSL. Kalau ini, aliran harus langsung dari dinas,” tegasnya.
Yus menerangkan, distribusi bonus produksi harus dibuatkan aturan. Jika tidak, berpotensi jadi temuan karena masuk pos PAD dan melalui audit BPK. Tidak seperti CSR. ”Ini jadi bola liar pemkab kalau tak kunjung diselesaikan,” imbuhnya.
Menurutnya, ada dua kemungkinan problem utama, pertama belum ada singkronisasi antara rencana kegiatan pemkab di Bappedalitbang dengan rencana perusahaan, atau renstra perusahaan yang belum sampai ke pemda. ”Makanya outputnya di aturan, itu harus ada,” tuntas Yus. (ryn/c/yok)