Senin, 22 Desember 2025

Manipulasi Data Bikin Bima Geram

- Selasa, 2 Juli 2019 | 11:55 WIB

METROPOLITAN – Adanya la­poran dugaan pemalsuan dokumen administrasi yang dilakukan tiga peserta didik baru sebagai syarat pendaftaran sistem zonasi, mem­buat Wali Kota Bogor, Bima Arya, merekomendasikan tiga nama itu didiskualifikasi Kantor Cabang Dinas (KCD) Provinsi Jawa Barat. Hal ini tentu akan melibatkan De­wan Pendidikan, Dinas Pendidikan, lurah dan camat. “Jika nama-nama itu terbukti, kami akan meminta dinas terkait mendiskualifikasi,” ancam Bima saat ditemui wartawan koran ini, kemarin.

Secara keseluruhan, sambung Bima, situasi ini sudah cukup un­tuk merekomendasikan kepada pemerintah pusat agar sistem zonasi dievaluasi. Sebab, ini tidak sesuai target untuk membangun asas keadilan dalam hal kualitas pendidikan.

“Kualitas lembaga pendidikan atau sekolah justru menurun. Yang kedua menciptakan budaya instan dari anak-anak yang kemudian malas berusaha mengejar lobi instan ataupun kos di sekitar tempat yang di­inginkan. Ada juga praktik manipulasi yang terjadi karena sistem administrasi kependu­dukan masih lemah,” tuturnya.

Dalam waktu dekat, Bima mengaku permasalahan yang berdampak luas terhadap ge­nerasi muda di Indonesia itu akan dibawa dalam Forum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di Semarang untuk menyampai­kan suara wali kota.

“Saya sudah minta ke disdik untuk sementara ada tiga nama yang diserahkan, masa­lah responsnya bagaimana kan tergantung SMA-nya dan inilah kelemahan kita. Pemkot tidak bisa masuk wilayah SMA. Kalau itu kewenangan kita, ya saya akan perintahkan kepala se­kolah saat ini juga untuk men­diskualifikasi,” tegasnya.

Ia menjelaskan, sistem zo­nasi memerlukan fase tahapan, sehingga bobotnya harus lebih besar pada kompetensi baru agar proporsinya lebih diper­hatikan untuk ekonomi yang lebih membutuhkan. “Kalau ada ASN yang terlibat di da­lamnya, kami tak segan mem­berhentikannya,” ujarnya.

Akan tetapi, ia menilai tingkat kesalahan yang dilakukan. Ia sebagai juru bicara Apeksi akan menyampaikan permasalahan ini ke presiden agar kewenangan SMA harus dikembalikan. Ha­rus di-share review ke Mahka­mah Konstitusi, karena masuk dalam undang-undang pim­pinan daerah. “Mulai diberikan surat peringatan hingga usulan pemberhentian. Menurut saya harus ada yang dirugikan dan melaporkan, sehingga bisa menjadi pidana, bisa saja pem­kot melapor ke kepolisian agar menjadi pidana pemalsuan dokumen,” tegasnya.

Perihal domisili berbayar, sambung dia, hingga saat ini masih ditelusuri lantaran belum ditemukan bukti yang kuat. Tapi informasi yang diterima­nya, terdapat aduan warga bahwa untuk mendapatkan domisili adanya pungutan liar dengan nilai yang sangat fan­tastis.

“Itu angkanya ada yang bilang Rp1 hingga Rp2 juta, kemu­dian ada juga informasi hingga Rp10 juta. Semua saya sampai­kan kami perlu buktinya. Tim ini yang nantinya akan men­dalami itu. Kelihatannya ini membayarnya pada satu orang dan satu orang ini kemudian bisa jadi membagikan itu ke­pada yang terlibat siapa saja. Indikasi ini ada calo domisili,” bebernya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bogor, Sujatmiko Baliarto, berkomit­men untuk melakukan upaya secara mendalam dan seleksi secara transparan serta akan memeriksa keabsahan admi­nistrasi kependudukan secara menyeluruh.

“Kita akan bersama-sama melakukan re-checking. Infor­masi yang masuk kemarin sempat dicek di mana ada se­buah indikasi titip alamat men­dekatkan ke lokasi sekolah yang ingin jadi target untuk bisa masuk ke sekolah yang dituju,” tukasnya. (cr1/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X