Senin, 22 Desember 2025

Wandik Salahkan Disdik Jabar

- Jumat, 5 Juli 2019 | 12:58 WIB

METROPOLITAN – Sem­rawutnya sistem zonasi saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 tingkat SMA sederajat di Kota Bogor, mengundang reaksi keras dari sejumlah pihak. Mulai dari wali kota Bogor, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor, pengamat pendidikan hingga Dewan Pendidikan (Wandik).

Kisruh PPDB tahun ini men­jadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat. Terlebih pasca-adanya temuan iden­titas palsu beberapa waktu lalu di Gang Selot, Nomor 18, RT 04/08, Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, yang otomatis menjadi salah satu indikator gagalnya sistem zonasi.

Ketua Wandik Kota Bogor, Deddy Djumiawan Karyadi, menjelaskan, kisruh ini mer­upakan dampak negatif dite­rapkannya zonasi PPDB SMA tahun ini. Ia menilai peng­gunaan zonasi tanpa meli­batkan Nilai Ebtanas Murni (NEM) merupakan kesalahan terbesar yang dilakukan dis­dik provinsi tahun ini.

Sebab, untuk pembuatan petunjuk pelaksana (juklak) petunjuk teknis (juknis) PPDB SMA sederajat dilakukan ja­jaran pemerintah provinsi (pemprov). Dalam pembua­tannya, Disdik Jawa Barat sama sekali tidak memasuk­kan Nilai Ujian Nasional (NUN) atau Nilai Ebtanas Murni (NEM) dalam per­syaratan PPDB tahun ini. “Me­reka tidak menggunakan sistem skoring. Mereka benar-benar memakai peta berapa meter jarak rumah ke sekolah, ini yang membahayakan. NEM sama sekali tidak dipakai,” terangnya.­

Deddy menyayangkan Dis­dik Jawa Barat menyamara­takan setiap daerah yang ada. Padahal, setiap daerah me­miliki karakteristik wilayah yang berbeda. “Kenapa tidak diterapkan formula yang tepat sesuai kebutuhan wilayah. Kalau pakai jarak, otomatis hanya bergantung pada paling dekat. Yang terparah NEM sama sekali tidak berguna. Ini yang perlu jadi catatan dan amat kami sayangkan,” tegas­nya.

Terpisah, Kepala Disdik Kota Bogor, Fahrudin, meni­lai perlu adanya evaluasi me­nyeluruh mengenai konsep PPDB 2019, terlebih pada tingkatan SMA sederajat. Tak hanya itu, mekanisme PPDB seharusnya melibatkan se­jumlah unsur untuk memas­tikan data dari calon peserta didik yang mendaftar, khus­usnya validasi zonasi itu sen­diri. ”Perlu adanya evaluasi kembali, khususnya di sektor zonasi itu sendiri. Kita perlu melibatkan lurah, camat dan disdukcapil untuk memasti­kan zonasi tempat tinggal calon peserta didik,” ujarnya.

Menurut Fahrudin, kisruh PPDB tingkat SMA sederajat disebabkan dua faktor inti. Ketidaksiapan masyarakat dalam menerima kebijakan hingga teknik pelaksanaan kebijakan itu tersendiri. Sistem zonasi belum siap sepenuhnya dan terdapat sejumlah ken­dala, seperti sistem adminis­trasi kependudukan. “Saat itu kami menerima laporan ke­cenderungan manipulasi Kartu Keluarga (KK),” beber­nya.

Ia menilai Peraturan Men­teri Pendidikan dan Kebu­dayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 ter­kait PPDB 2019 belum siap diterapkan pada daerah yang masih tertinggal soal admi­nistrasi dan infrastruktur. Sebab saat ini belum merata dan terdapat wilayah yang ketersediaan sekolahnya ada, namun infrastrukturnya belum memadai, begitupun seba­liknya.

”Semua permasalahan ini berawal dari kesiapan masy­arakat menerima kebijakan ini. Artinya, sosialisasi harus lebih ditingkatkan. Kita juga perlu mengevaluasi sistem zonasi, karena semuanya perlu pengalaman. Terlebih permasalahan tekniknya yang perlu ada perbaikan dan eva­luasi khusus,” tandasnya. (ogi/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X