METROPOLITAN – Di tengah gencarnya wacana Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mengembangkan daerah perekonomian di wilayah utara, persoalan di Bogor Selatan (Bosel) justru masih membutuhkan perhatian. Bahkan, di kecamatan yang terdiri dari 16 kelurahan itu menyimpan persoalan kemiskinan dan potensi tingginya bencana alam.
Tahun ini saja, Kecamatan Bogor Selatan mengajukan sekitar 3.000 pemohon untuk pengajuan bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang tengah harap-harap cemas menunggu kepastian bantuan. “Data dari periode sebelumnya, ada 10.000 KK yang masuk kategori miskin. Sedangkan yang mengajukan RTLH tahun ini ada 3.000,” kata Camat Bogor Selatan, Atep Budiman, saat ditemui di kantornya, kemarin.
Demi mengurangi kemiskinan, perlu berbagai upaya. Di antaranya soal infrastruktur rumah yang memadai melalui RTLH. Sebelum itu, camat yang baru saja dilantik Juni 2019 ingin melakukan pemetaan jumlah real angka kemiskinan di wilayah dengan luas 3.81 hektare itu.
“Solusi kurangi yang 10.000 itu, kita akurasi data kemiskinan, jangan sampai jumlah itu cuma miskin secara mental supaya nggak salah sasaran. Itu untuk data base tahun depan, jadi kalau ada jatah RTLH kita punya data prioritas,” ungkapnya.
Apalagi, sambung Atep, Wali Kota Bogor Bima Arya pernah menyampaikan secara umum bahwa pemkot ingin menyelesaikan 20.000 RTLH sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Penyelesa ian RTLH juga disebut bisa mengurai jumlah kemiskinan yang 10.000 KK di Kecamatan Bogor Selatan melalui fisik rumah.
Mantan camat Bogor Utara itu berharap 3.000 pengajuan RTLH di Kecamatan Bogor Selatan bisa terakomodasi keseluruhan. Meskipun ia sadar setiap kecamatan mendapat ‘jatah’ berbeda-beda soal RTLH.
“Selain fisik, dari pemetaan kita bisa untuk mengembangkan potense eco-wisata di selatan. Di Mulyaharja sudah ada dua kampung tematik, nah ini bisa menular ke kelurahan lain. Sehingga orientasinya bukan sebatas perlombaan atau sekadar beken di media, tapi ada manfaat buat warga. Dampaknya ke ekonomi warga bergerak. Sehingga angka kemiskinan bisa dikerek,” terang Atep.
Dengan adanya data pasti setelah pemetaan, penerima RTLH bisa tepat sasaran dan menjadi prioritas lantaran sudah terverifikasi dan tervalidasi, sehingga bisa mendorong sesuai kuota yang diberikan. “Jadi data base. Nggak ada lagi tahun depan ada RTLH belum terintervensi, kita upayakan itu, sembari dorong yang 3.000 ini di-acc semua,” ujar.
Pemetaan itu pun, kata dia, untuk mengetahui wilayah mana saja yang rawan bencana alam. Apalagi kontur tanah di Bogor Selatan cenderung berbukit, dataran tinggi dan tebingan yang seringkali rawan tanah longsor saat musim hujan tiba. (ryn/c/yok/py)