Senin, 22 Desember 2025

Warga Minta IMB Dicabut

- Senin, 22 Juli 2019 | 11:07 WIB

Pembangunan Apartemen Grand Park Pakuan City (GPPC) di Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, masih jadi perbincangan. Meskipun sudah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), rupanya ada penolakan dari warga lantaran merasa tidak dilibatkan dalam rencana pembangunan.

KELUHAN warga sudah disampaikan secara resmi melalui audiensi dengan sekretaris daerah (sekda) Kota Bogor, beberapa hari lalu. Namun pertemuan tersebut belum menyimpulkan kesepahaman dengan warga yang menolak.

Koordinator Warga Tolak Pembangunan Apartemen, Imam Supriyadi, mengatakan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan Izin Lingkungan tertera keterlibatan masyarakat yang terdampak langsung.

”Masalahnya kami tidak dimintai izin dan pada sidang Amdal kami warga terdampak tidak diundang untuk memberikan masukan dan lainnya. Makanya kami tetap menolak,” katanya kepada Metropolitan, akhir pekan lalu.

Menurut Imam, penolakan oleh warga terdampak terjadi sejak 2014. Ia bahkan menduga pengembang apartemen melakukan pelanggaran dengan melibatkan aparat dalam mengurus izin. Sehingga saat izin terbit, maka IMB-nya dianggap cacat prosedur atau cacat hukum. ”Untuk itu, warga terdampak mendesak IMB dibatalkan. Warga sudah menyurati wali kota untuk minta pembatalan IMB dan permintaan audiensi. Sebab, wali kota juga yang janji tidak menertibkan IMB,” ungkapnya.

Ia menjabarkan, beberapa warga terdampak di antaranya lima rumah di Jalan Duta Indah, rumah Blok D Bogor Baru, Masjid Nurul Ikhwan (NI), rumah sebelah Masjid NI serta rumah Warga RT 01. Warga tersebut berbatasan langsung dengan lahan apartemen dan tidak diminta izin serta tidak dilibatkan dalam Izin Amdal dan Lingkungan.

Padahal dalam undang-undang itu dilindungi dengan istilah terdampak langsung. Diluar itu masih ada kategori tidak terdampak langsung. ”Dalam rapat dengan sekda, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menyatakan bahwa sudah melibatkan LSM dalam Sidang Amdal. Nah, ini kan fatal,” terangnya.

Meskipun ada beberapa warga yang mendukung, ia mengakui istilah pro-konta di kalangan masyarakat sekitar justru jadi senjata memecah belah warga dengan membentuk opini. Akibatnya, warga terpecah. ”Adu domba. Padahal melihat UU terkait pembangunan satu lingkungan, istilahnya bukan pro dan kontra, tapi masyarakat terdampak langsung dan tidak langsung. Ada aturannya, tidak ditentukan sikap pro atau kontra, tapi melindungi kondisi atas dampak,” paparnya.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, membenarkan adanya protes dari warga yang terdampak langsung yang sempat mengutarakan kekecewaannya dalam audiensi di balai kota, beberapa hari lalu. Ia pun menyerahkan persoalan sosialisasi itu kepada pengembang agar bertanggung jawab soal penolakan warga terdampak.

”Mereka datang menyampaikan keberatan, penolakan lah atas keberadaan (proyek, red) apartemen. Pengembang juga hadir. Kesimpulannya, silakan pengembang menyosialisasikan lantaran IMB-nya sudah keluar,” katanya.

Selain itu, dalam audiensi juga dihadiri RT, RW dan warga lain di sekitar rencana proyek. Ada beberapa warga asli yang mendukung karena dijanjikan tenaga kerja bisa masuk apartemen saat nanti beroperasi.

”Selain itu, revisi siteplan juga sudah, dari rencana 20 lantai jadi delapan lantai. IMB sudah ada, rasanya nggak mungkin tak terlaksana. Tapi untuk kepentingan sosialisasi, mangga kami beri kesempatan pengembang melakukan kepada warga,” tuntasnya. (ryn/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X