METROPOLITAN – Raut wajah murung seakan tak bisa lepas dari wajah Nuraeni dan keluarga, warga RT 06/06, Kampung Lebakjawa, Kelurahan Kebonpedes, Kecamatan Tanahsareal. Bagaimana tidak, hampir setahun sudah pekerjaan proyek jembatan layang RE Martadinata mengganggu mata dan telinga. Spanduk kekecewaan yang dipasang di depan proyek seakan tak terlihat Wali Kota Bogor, Bima Arya, yang melakukan sidak beberapa hari lalu.
Situasi semakin pelik lantaran uang penggantian lahan mereka akibat terdampak megaproyek ambisius senilai Rp105 miliar itu, belum juga diterima Nuraeni dan keluarga. Itulah yang disampaikan lewat spanduk bertuliskan ‘Pembayaran Gusuran Belum Terselesaikan’.
Wali Kota Bogor, Bima Arya yang sempat mendatangi lokasi beberapa hari lalu sempat berdiri tepat di sebelah spanduk tak jauh dari rumah Nuraeni.”Sayangnya itu nggak dilirik. Padahal, saat itu kami ke luar rumah dan berharap beliau lihat kami dari kejauhan lalu turun ke rumah menghampiri kami. Tapi nyatanya nggak tuh. Padahal, kita juga liatin mereka saat itu,” katanya.
Padahal, Nuraeni bersama keluarga sangat ingin bertemu orang nomor satu se-Kota Bogor itu untuk mempertanyakan berbagai keluhan soal belum selesainya urusan penggantian lahan di saat proyek dari pemerintah pusat itu selesai 40 persen. Ia pun ingin menjelaskan bahwa tanah yang dimiliki keluarganya itu bukan lahan sengketa, seperti informasi banyak beredar.“Ini belum tuntas, kami hanya ingin ngobrol dengan wali kota. Infonya di media, beliau bilang tanah saya sengketa. Di spanduk sudah jelas, tanah kami bukan (tanah) sengketa,” jelasnya.
Termasuk soal kenapa anggaran untuk penggantian lahan terdampak proyek jalan layang itu belum juga diambil dari pengadilan yang sudah dikonsinyasikan dari Pemkot Bogor. Dengan nada frustasi, ia merasa dipingpong berbagai instansi saat mengurus soal pengambilan uang konsinyasi itu.
“Wali kota nggak tahu yang sebenarnya, kendalanya di mana, harusnya tanya dong ke yang punya lahan, sowan gitu. Dipingpong dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) ke pengadilan, ke dinas, balik lagi, seperti itu. Nanti kalau ada wali kota turun ke sini akan saya beberkan semua kendala uang gusuran belum juga cair,” bebernya.
Sekadar diketahui, pada ketetapan dari PN Bogor melalui surat Nomor 15/Pdt.P.Cons/2016/PN.Bgr bahwa tanah atas nama Ayadi di Jalan RE Martadinata, RT 06/06, Kelurahan Kebonpedes, Kecamatan Tanahsareal, mendapatkan ganti rugi uang atas tanah seluas 190 meter persegi Rp1.140.000.000 dan bangunan senilai Rp91.300.000 yang terdampak pembangunan flyover di Jalan RE Martadinata. “Total uang penggantiannya Rp1,23 miliar. Itu juga kami tidak keberatan. Karena itu yang hitung dinas ya, kami sih nggak,” paparnya.
Sebelumnya, megaproyek pembangunan jalan layang Jalan RE Martadinata, Kecamatan Bogor Tengah, diklaim baru mencapai 40 persen. Beberapa persoalan menjadi kendala, di antaranya belum selesainya izin dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) terkait perlunya penurunan kabel listrik aliran atas yang ‘menghalangi’ proses pembangunan serta belum selesainya pembebasan lahan milik warga.
Wali Kota, Bima Arya, saat sidak mengaku progres 40 persen per pertengahan Juli ini masih disebut sesuai jadwal. Ada dua poin penting yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi kontraktor. Pertama soal kabel atas aliran listrik yang menjadi milik PT KAI harus segera diselesaikan kontraktor untuk disesuaikan kebutuhan pekerjaan. Kedua, masih adanya lahan milik warga yang masih menjadi sengketa lantaran belum mendapat penggantian pembebasan lahan.
Megaproyek dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) dengan skema multi years ini dikerjakan pemerintah pusat. Namun persoalan pembebasan lahan menjadi tugas Pemkot Bogor melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dengan alokasi biaya sekitar Rp14 miliar pada APBD 2018.
Selepas sidak, tak ada satu pun perwakilan dari kontraktor yang memberikan keterangan kepada awak media yang sejak siang hari menunggu keterangan resmi dari PT Brantas Abipraya Persero sebagai pengembang. Usai mendampingi F1, pekerja dan manajemen buru-buru meninggalkan lokasi tanpa mengeluarkan keterangan. (ryn/c/yok/py)