Minggu, 21 Desember 2025

Sudah ke Luar Rumah, Tetap nggak Dilirik

- Selasa, 23 Juli 2019 | 10:23 WIB
BELUM DIBAYAR: Wali Kota Bogor, Bima Arya, saat melintas di spanduk yang dipasang warga, karena hingga saat ini pembebasan lahan di area pembangunan flyover Martadinata belum juga terselesaikan.
BELUM DIBAYAR: Wali Kota Bogor, Bima Arya, saat melintas di spanduk yang dipasang warga, karena hingga saat ini pembebasan lahan di area pembangunan flyover Martadinata belum juga terselesaikan.

METROPOLITAN – Raut wajah murung seakan tak bisa lepas dari wajah Nura­eni dan keluarga, warga RT 06/06, Kampung Lebakjawa, Kelurahan Kebonpedes, Ke­camatan Tanahsareal. Bagai­mana tidak, hampir setahun sudah pekerjaan proyek jem­batan layang RE Martadinata mengganggu mata dan telinga. Spanduk kekecewaan yang dipasang di depan proyek seakan tak terlihat Wali Kota Bogor, Bima Arya, yang mela­kukan sidak beberapa hari lalu.

Situasi semakin pelik lanta­ran uang penggantian lahan mereka akibat terdampak megaproyek ambisius senilai Rp105 miliar itu, belum juga diterima Nuraeni dan kelu­arga. Itulah yang disampaikan lewat spanduk bertuliskan ‘Pembayaran Gu­suran Belum Terselesaikan’.

Wali Kota Bogor, Bima Arya yang sempat mendatangi lo­kasi beberapa hari lalu sem­pat berdiri tepat di sebelah spanduk tak jauh dari rumah Nuraeni.”Sayangnya itu nggak dilirik. Padahal, saat itu kami ke luar rumah dan berharap beliau lihat kami dari kejauhan lalu turun ke rumah men­ghampiri kami. Tapi nyatanya nggak tuh. Padahal, kita juga liatin mereka saat itu,” katanya.

Padahal, Nuraeni bersama keluarga sangat ingin bertemu orang nomor satu se-Kota Bogor itu untuk memperta­nyakan berbagai keluhan soal belum selesainya urusan penggantian lahan di saat proyek dari pemerintah pusat itu selesai 40 persen. Ia pun ingin menjelaskan bahwa tanah yang dimiliki keluarga­nya itu bukan lahan sengketa, seperti informasi banyak beredar.“Ini belum tuntas, kami hanya ingin ngobrol dengan wali kota. Infonya di media, beliau bilang tanah saya sengketa. Di spanduk sudah jelas, tanah kami bukan (tanah) sengketa,” jelasnya.

Termasuk soal kenapa ang­garan untuk penggantian lahan terdampak proyek jalan layang itu belum juga diambil dari pengadilan yang sudah dikonsinyasikan dari Pemkot Bogor. Dengan nada frustasi, ia merasa dipingpong berba­gai instansi saat mengurus soal pengambilan uang konsi­nyasi itu.

“Wali kota nggak tahu yang sebenarnya, kendalanya di mana, harusnya tanya dong ke yang punya lahan, sowan gitu. Dipingpong dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) ke pengadilan, ke dinas, balik lagi, seperti itu. Nanti kalau ada wali kota turun ke sini akan saya beberkan semua kendala uang gusuran belum juga cair,” bebernya.

Sekadar diketahui, pada ketetapan dari PN Bogor melalui surat Nomor 15/Pdt.P.Cons/2016/PN.Bgr ba­hwa tanah atas nama Ayadi di Jalan RE Martadinata, RT 06/06, Kelurahan Kebonpedes, Kecamatan Tanahsareal, mendapatkan ganti rugi uang atas tanah seluas 190 meter persegi Rp1.140.000.000 dan bangunan senilai Rp91.300.000 yang terdampak pembangu­nan flyover di Jalan RE Mar­tadinata. “Total uang peng­gantiannya Rp1,23 miliar. Itu juga kami tidak keberatan. Karena itu yang hitung dinas ya, kami sih nggak,” paparnya.

Sebelumnya, megaproyek pembangunan jalan layang Jalan RE Martadinata, Keca­matan Bogor Tengah, diklaim baru mencapai 40 persen. Beberapa persoalan menjadi kendala, di antaranya belum selesainya izin dari PT Ke­reta Api Indonesia (KAI) ter­kait perlunya penurunan kabel listrik aliran atas yang ‘menghalangi’ proses pembangunan serta belum selesainya pembebasan lahan milik warga.

Wali Kota, Bima Arya, saat sidak mengaku progres 40 persen per pertengahan Juli ini masih disebut sesuai jad­wal. Ada dua poin penting yang menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi kontraktor. Pertama soal kabel atas aliran listrik yang menjadi milik PT KAI harus segera diselesaikan kontraktor untuk disesuaikan kebutuhan pekerjaan. Kedua, masih adanya lahan milik warga yang masih menjadi sengketa lantaran belum mendapat penggantian pem­bebasan lahan.

Megaproyek dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) dengan skema multi years ini dikerjakan pemerin­tah pusat. Namun persoalan pembebasan lahan menjadi tugas Pemkot Bogor melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dengan alokasi biaya sekitar Rp14 miliar pada APBD 2018.

Selepas sidak, tak ada satu pun perwakilan dari kontrak­tor yang memberikan kete­rangan kepada awak media yang sejak siang hari menung­gu keterangan resmi dari PT Brantas Abipraya Persero sebagai pengembang. Usai mendampingi F1, pekerja dan manajemen buru-buru me­ninggalkan lokasi tanpa mengeluarkan keterangan. (ryn/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X