METROPOLITAN - Spanduk penolakan terhadap pembangunan Apartemen Grand Park Pakuan City (GPPC) di Kelurahan Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, bertebaran di banyak titik. Beberapa terpampang di depan rumah milik warga terdampak di sekitar proyek, menuntut IMB proyek milik PT Perdana Gapura Prima dicabut.
Penolakan ini didasari dugaan mal-administrasi yang dilakukan pengembang, lantaran Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bisa terbit. Padahal, warga terdampak langsung merasa tidak dilibatkan dalam proses perizinan. Keluarnya izin itu disebut sebagai bentuk ingkar janji dari wali kota.
Meski begitu, belum ada tanda-tanda warga akan segera menemui F1 untuk menagih janjinya. Belum lagi, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor seakan lepas tangan dan menyerahkan sosialisasi kepada pengembang untuk membuat kesepahaman dengan warga yang menolak. ”Intinya, pemkot melalui sekda sudah berkoordinasi dengan warga dan ada titik temu yang positif,” terang Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, kemarin.
Mantan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menambahkan, jika masih ada warga yang belum terakomodasi, tentu harus dikoordinasikan oleh tokoh di salah satu kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah itu bersama pengembang apartemen. ”Pemkot kan sudah melakukan proses bertahap, sampai pengeluaran izin. Itu kan harus diikuti. Lagi pula keberadaan apartemen sebetulnya bisa ditata,” paparnya.
Merasa tidak dilibatkan dan diajak bicara, izin apartemen milik PT Perdana Gapura Prima justru terbit. Perasaan warga makin perih lantaran menganggap Wali Kota Bogor, Bima Arya, ingkar janji kepada warga.
Koordinator Warga Tolak Pembangunan Apartemen, Imam Supriyadi, mengatakan, pada 16 Februari 2017 saat audiensi dengan warga tentang rencana pembangunan apartemen GPPC, wali kota pernah menyampaikan secara lisan bahwa prinsip pembangunan tak boleh menimbulkan masalah dan keresahan warga, maka menjadi tugas jajaran pemkot, mulai dari dinas hingga wilayah, menyosialisasikan izin prinsip kepada warga.
”Coba tanya beliau saat audiensi, tidak akan terbitkan IMB jika tidak ada izin warga, ada keresahan warga? Itu disampaikan kok, ada copy suratnya. Masa pak wali nggak ingat? Keterlaluan Jika beliau bilang belum pernah merasa janji. Ingkar janji namanya,” katanya kepada Metropolitan, kemarin.
Mengacu pada izin prinsip GPPC yang diterima warga dari DPMPTSP melalui kelurahan, tertera poin jika masa izin prinsip menimbulkan keresahan, mengganggu ketertiban umum, maka izin prinsip itu gugur dengan sendirinya demi hukum. Dua bulan setelah audiensi, pihaknya mengirim surat kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk mengingatkan hal itu.
Rupanya justru itu yang ditabrak DLH yang sewaktu rapat dengan sekda beberapa hari lalu menyatakan bahwa yang dilibatkan dalam sidang amdal adalah ketua RT, RW dan LSM. ”Nah ini salah besar, apakah pak wali ingat dan tahu? Ditabrak semua sampai terbit IMB. Kami nggak dilibatkan loh. Kita juga kirim surat beberapa waktu lalu untuk ingatkan kembali janji pak wali,” terangnya. (ryn/c/yok/py)