Minggu, 21 Desember 2025

Polusi Udara Kota Bogor Meningkat

- Rabu, 31 Juli 2019 | 10:52 WIB

METROPOLITAN - Sebagai  kota  penyangga ibu kota DKI Jakarta, Kota Bogor rupanya terdampak peningka­tan kadar polusi udara akibat pertumbuhan perkotaan, baik sektor wisata maupun kawa­san pemukiman. Dari sebelas indikator bahan pencemar yang diukur rata-rata di 30 titik se-Kota Bogor, ada dua indikator pencemaran yang mengalami kenaikan drastis, yakni karbonmonoksida dan hidrokarbon.

Direktur Research PI AREA Consulting, Assosiate Partner/Researcher Pusat Studi Bencana IPB, Ni Wayan Srimani Puspa Dewi, menga­takan, dari penelitian yang dilakukan sejak 2013-2017 tingkat karbonmonoksida dan hidrokarbon di Kota Bogor cenderung meningkat. Sejak itu, tingkat karbonmonoksida (CO2) sebesar 2520,37, turun pada 2014 menjadi 2071,93. Jumlah itu terus menurun pada 2015 menjadi 1547,60 dan pada 2016 ada di posisi 358,72.

”Lalu pada 2017 kadar CO2 melonjak jadi 4346,83. Jumlah itu tinggi, meskipun jumlah itu masih di bawah baku mutu yang ada yakni 10.000,” terangnya kepada Metropo­litan, kemarin.

Selain itu, sambung dia, ka­dar hidrokarbon di Kota Bogor juga meningkat tajam sejak 2013 yang saat itu berada pada 24,73. Sempat turun berturut-turut hingga 2016 yakni menjadi 22,73 lalu turun menjadi 20,10 dan 9,60 pada 2016. ”Nah, pada 2017 malah melonjak jadi 124,50. Sedang­kan baku mutunya di angka 160, jadi masih aman sih,” ujarnya.

Tak hanya itu, pihaknya juga melihat ada peningkatan kadar debu pada 2016-2017 dari 21,88 menjadi 56,33. Pa­dahal sebelum 2016 ada tren penurunan cukup baik. Pada 2013 kadar debu sempat be­rada di angka 146,63 kemu­dian turun pada 2014 men­jadi 114,87 dan melorot ke angka 21,88 pada 2016.

”Biasanya pencemar udara di perkotaan itu industri dan kendaraan, transportasi lah. Keduanya sumber utama dari kendaraan. Pembakaran yang tidak sempurna dari mesin kendaraan. Hidrokar­bon juga merupakan gas bu­ang kendaraan,” ujarnya.

Melihat konsentrasinya yang belum melewati batas ambang baku mutu, udara di Kota Hujan bisa dikatakan masih baik. Namun ia mengingatkan perlu adanya aksi untuk tetap menjaga kualitas udara Kota Bogor lantaran ada beberapa indikator yang meningkat drastis. ”Harus ada antisi­pasi dari pemerintah supaya tren peningkatan ini jadi per­hatian,” imbuhnya.

Srimani menilai ada lima langkah preventif untuk men­jaga kadar polusi kendaraan bermotor, yakni manajemen transportasi massal yang baik, misalnya transportasi umum dibuat lebih nyaman, lebih ramah lingkungan dengan bahan bakar seperti biosolar atau listrik. Sehingga masy­arakat lebih memilih naik kendaraan umum daripada kendaraan pribadi.

Kedua, pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kawasan dengan target minimal 30 persen. Misalnya dengan mengembangkan rooftop garden untuk mengatasi ke­terbatasan lahan. Ketiga, ada pengujian emisi kendaraan dilakukan di semua lokasi di Bogor. Lalu, penerapan batas usia kendaraan. Kelima, pembangunan dan perbaikan fasilitas pejalan kaki seperti trotoar yang memadai dan ramah pejalan kaki, jalur penyeberangan jalan yang memadai serta penanaman pepohonan di pinggir trotoar.

”Terakhir, pengadaan atau pengembangan alat peman­tau pencemaran udara ber­kala, misalnya sistem atau alat perhitungan ISPU secara real time,” terangnya.

Senada, Pengamat Tata Kota Universitas Pakuan, Budi Arief, berpendapat pe­ningkatan polusi udara sela­ras dengan perkembangan perkotaan, seperti di Kota Bogor. Peningkatan jumlah kendaraan yang ada di jalan, mau tidak mau berkontri­busi terhadap adanya pening­katan karbonmonoksida dan hidrokarbon.

”Dampak signifikan dari kendaraan untuk polusi uda­ra yang pakai bahan bakar bukan gas, baik umum atau pribadi. Ini tugas pemerintah untuk antisipasi. Sebab, per­kembangan Kota Bogor, baik wilayah dan konsep kota ha­rus memikirkan dampak ling­kungan,” pungkasnya. (ryn/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X