METROPOLITAN - Seiring perkembangan zaman dan kekuasaan, Kota Bogor sebagai penyangga ibu kota DKI Jakarta kini berubah menjadi kota perdagangan, jasa dan pariwisata. Tak kurang dari 100 hingga 150 ribu wisatawan menyemut di Kota Hujan setiap akhir pekannya. Alhasil, restoran hingga gerai kopi menjamur mengikuti tren kuliner kota.
Sektor ini pun disasar Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tak tanggung-tanggung, Pemkot Bogor yang menargetkan angka Rp1 triliun untuk PAD 2019 secara keseluruhan itu ingin agar sektor usaha jasa restoran bisa menyetor uang pajak hingga Rp129 miliar tahun ini. Tidak kurang dari 1.480 objek pajak restoran se-Kota Bogor dipastikan bakal ’diperah’ untuk mendongkrak capaian PAD.
“Saat ini ada sekitar 1.480 objek pajak restoran yang kita targetkan bisa menghasilkan PAD Rp129 miliar. Nah, sampai hari ini baru mencapai Rp68 miliar. Sisanya untuk mengejar target ya kita upayakan terus,” terang Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor, An An Andri Hikmat, usai Rapat Koordinasi Evaluasi PAD tahun anggaran 2019 di Grand Savero Hotel, kemarin.
Hal itu disebut menjadi fokus utama karena tingkat kunjungan wisatawan terhadap restoran dan gerai makanan minuman di Kota Bogor pada akhir pekan cukup pesat. Wisatawan yang kebanyakan datang dari sekitaran Jadetabek, Cianjur, Sukabumi dan Bandung itu lebih sering datang pada pagi hari, lalu pulang pada sore atau malam hari. Mereka menyemut di berbagai gerai kuliner khas Kota Bogor.
“Sabtu-Minggu ramai, datang pagi sorenya pulang. Mereka cari makanan di kita. Imbas ke okupansi hotel memang ada tapi kecil, paling banyak imbas dari even-even di kota. Jadi, makanan itu paling dicari, makanya kita ingin dongkrak itu,” jelas pria yang juga ketua umum Persatuan Judo Seluruh Indonesia (PJSI) Kota Bogor itu.
Apalagi, sambung dia, Kota Bogor memang tidak mempunyai sektor sumber daya alam yang bisa diperas untuk mendatangkan pedapatan, sehingga sektor jasa menjadi paling utama. An An mengakui perkembangan kuliner Kota Bogor seringkali mengikuti tren zaman yang sedang digandrungi. Sehingga itu memengaruhi fluktuasi jumlah objek pajak restoran di Kota Bogor.
“Hari ini buka, sebulan dua bulan bisa tutup, kalau tidak mampu bersaing. Tren juga memengaruhi, dulu usaha ayam laku, kuliner ayam semuanya. Sekarang ramai gerai kopi, jualan kopi semua. Di kita ikut tren, tapi objek pajak jumlahnya selalu tinggi karena fokus kita di usaha jasa,” terang An An.
Sementara itu, Wali Kota Bogor, Bima Arya, menuturkan, hingga Juni 2019 PAD Kota Bogor sudah mencapai 57 persen, sehingga ia pede jika target Rp1 triliun bisa tercapai pada akhir tahun. Namun, Bima juga menekankan jika pemkot tidak harus sekadar berkutat untuk mencapai target, tapi juga melihat potensi sektor lain yang bisa ditarik untuk menambah PAD.
Politisi PAN itu melihat ada potensi besar dari sektor pajak restoran dan pajak hotel serta lebih menggali sektor pajak hiburan agar lebih besar lagi.
“Makanya dalam rakor dibedah, mana saja yang bisa menggenjot PAD. Termasuk dari hotel dan restoran harus lebih bisa lagi ditingkatkan. Angkanya harus di-update lagi. Strateginya (perbanyak) penyelenggaraan even di Kota Bogor, seperti pesta seni dan budaya atau even lain yang membuat orang bermalam di Kota Bogor,” ungkapnya.
Berdasarkan laporan dalam rakor, sambung dia, ada tren kenaikan PAD saat even tertentu, sehingga semua target pajak bisa hidup seluruhnya. “Jadi bukan cuma mengejar target rutin, tapi membangun sistem agar PAD tahun ini yang untuk pertama kalinya menyentuh Rp1 triliun, tahun depan bisa lebih besar lagi,” tuntas suami Yane Ardian itu. (ryn/c/yok/py)