METROPOLITAN - Setelah menuangkan kekecewaan dan penolakan terhadap pembangunan Apartemen Grand Park Pakuan City (GPPC) di Kelurahan Tegallega , Kecamatan Bogor Tengah, puluhan warga terdampak beserta pedagang mengontrog lokasi proyek dengan berorasi dan membentangkan spanduk penolakan.
Koordinator Aksi Warga, Imam Supriyadi, mengatakan, warga terdampak sudah jenuh lantaran lima tahun menolak kehadiran apartemen yang kini berubah nama menjadi Alhambra Apartemen.
Bahkan, ada titik terang saat wali kota membekukan izin pada 2017. Namun warga merasa dikhianati F1 setelah tiba-tiba izin keluar pada 2019.
”Tuntutan kami tetap minta wali kota cabut IMB Apartemen Alhambra. Cacat hukum, izin yang ada dimanipulasi. Sampai hari ini kami warga terdampak tidak memberi izin,” katanya.
Ia merasa kecewa lantaran keinginan untuk bertemu Wali Kota Bogor, Bima Arya, tak kunjung terwujud. Warga ingin menagih janji Bima Arya yang pernah berkata tidak akan mengeluarkan izin saat belum ada kesepakaran warga serta masih menimbulkan polemik.
”Nggak digubris. Ini kami buat surat untuk Presiden Jokowi semalam, tiga kali upaya ketemu belum juga terwujud,” ketusnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Warga Menolak Apartemen, Zentoni, mengatakan, aksi damai penolakan pembangunan apartemen bakal berlanjut dengan melapor ke KPK lantaran banyak kejanggalan dalam keluarnya izin.
”Harus diusut tuntas. Keluarnya IMB oleh pemkot ini karena warga terdampak nggak dilibatkan,” paparnya.
Terpisah, Site Manager Apartemen Alhambra, Sumartoro, mengakui proses perizinan sampai keluarnya IMB tahun ini sudah berlangsung sejak lama. Ia mengklaim izin yang dikeluarkan sudah melalui proses yang sesuai aturan. Bahkan, ia menampik tuduhan warga terdampak yang merasa dimanipulasi soal izin warga.
”Yang protes itu kebanyakan bukan warga (asli, red) sini, pedagang kios juga sebagian. Lagi pula saat proses perizinan, mereka (warga terdampak, red) itu kami undang, tapi nggak pernah hadir, menolak tanpa alasan jelas,” ungkapnya.
Ia mengaku semua proses perizinan sudah dilakukan, mulai dari tingkat bawah RT, RW, kelurahan hingga tingkat pemkot. Bahkan, pengajuan 20 lantai sudah diturunkan menjadi delapan lantai.
”Tidak ada manipulasi. Semua sudah sesuai aturan,” ujarnya.
Selepas aksi, pihaknya bakal mengupayakan mediasi komunikasi dengan warga dan pedagang. Apalagi, beberapa pedagang sudah mendapat uang kerahiman beberapa tahun lalu.
”Sebetulnya susah juga. Kami akan lanjutkan pembangunan September, sekarang kalau dipanggil mereka sudah pasti nggak mau, nolak, jadi buat apa maksakan,” tuntasnya. (ryn/c/yok/py)