METROPOLITAN – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menjadikan wilayah Kecamatan Bogor Utara sebagai ’pusat kota baru’ menarik minat investor dari berbagai sektor.
Namun, masuknya investor terkadang menabrak aturan yang ada. Seperti yang terjadi pada rencana pembangunan SPBU di bilangan Jalan Pangeran Sogiri, Kelurahan Tanahbaru, Kecamatan Bogor Utara yang menuai protes warga dan lingkungan sekitar.
Lokasi rencana dibangunnya SPBU tersebut, jaraknya tak jauh dengan perumahan dan bersebelahan dengan Sekolah Alam di belakang proyek. Keberadaan SPBU nantinya ditengarai membahayakan siswa dan kegiatan dalam sekolah.
Seorang warga Perumahan Taman Seruni yang juga orang tua Sekolah Alam, Anas, mengaku keberatan dengan adanya rencana pembangunan SPBU di dekat pemukiman warga. Sebab, keberadaan SPBU tersebut bisa membahayakan aktivitas sekolah yang berada tepat di belakang lokasi proyek.
Ia menceritakan awal tahun perwakilan pemilik lahan pernah mendatangi warga untuk meminta izin penggunaan lahan tanpa ada embel-embel pembangunan SPBU. Sehingga Anas dan warga tidak keberatan. Selang beberapa bulan kemudian, perwakilan investor kembali mendatangi warga untuk mengurus izin prinsip dan memperoleh izin warga terdekat.
“Nah, itu yang kami nggak setuju. Silakan saja kalau mau berusaha, asal jangan SPBU. Bayangkan, SPBU lokasinya bersebelahan dengan sekolah anak-anak kami, apa nggak bahaya? Jelas kami khawatir,” katanya saat ditemui Metropolitan di Masjid Al Mi’raj, Perumahan Taman Seruni, kemarin.
Anas menambahkan, pihak sekolah hingga kini tidak setuju dengan rencana pembangunan SPBU. Apalagi, lokasinya bersebelahan langsung dengan proyek alias tepat di belakang lokasi. Hingga kini, warga dan sekolah berkomitmen tetap menolak pembangunan SPBU. “Bayangkan saja, pom bensin, meskipun ukuran kecil, di situ dekat anak-anak. Ada aktivitas sekolah. Kalau terjadi yang tidak diinginkan, siapa yang mau tanggung jawab,” ujarnya.
Jika nantinya Pemkot Bogor mengeluarkan izin untuk SPBU, pihaknya tak segan-segan melaporkan ini kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sebab, pihaknya sampai sekarang keukeuh menolak pembangunan tersebut. “Ya nggak masalah pemkot mau audiensi, kita tetap menolak, karena kan posisinya sekolah ada terlebih dulu. Masa bersebelahan. Kalau diizinkan ya ada masalah di pemkot, kita pertimbangkan untuk melapor ke PTUN,” tegasnya.
Sementara itu, Camat Bogor Utara, Rahmat Hidayat, mengaku sudah memfasilitasi pertemuan antara pemrakarsa atau investor dengan lingkungan warga sekitar, setelah sebelumnya deadlock di pertemuan tingkat kelurahan. Termasuk penolakan dari sekolah yang berada persis bersebelahan dengan lokasi proyek. “Semua hadir. Nah, waktu itu ada penolakan yang masih berlanjut sampai sekarang,” ujarnya.
Pada prinsipnya, sebagai pemangku kebijakan di wilayah pihaknya melihat dari segi lingkungan lokasi usaha. Saat ini salah seorang ketua RT belum membubuhkan tanda tangan, sehingga belum bisa memberikan izin kepada pengusaha SPBU. “Rencananya ada pertemuan tingkat kota ya, kalau investor mau. Nanti tingkat kota yang akan memutuskan,” ujar mantan kepala bagian (kabag) Administrasi Pengendalian Pembangunan Pengadaan Barang Jasa (Adalbang PBJ) Setda Kota Bogor itu.
Menanggapi hal itu, Wali Kota Bogor, Bima Arya, menyatakan dengan tegas tak akan memberi izin pada investor yang mengabaikan, apalagi berdampak buruk bagi lingkungan sekitar. Secara prinsip, masuknya investor harus sesuai rencana pembangunan Kota Bogor yang punya zonasi dan sesuai identitas kota sebagai kota hijau yang ramah keluarga.
”Posisi (rencana pembangunan SPBU, red) memang harus dikaji. Kebanyakan SPBU itu di jalan besar, bukan pemukiman. Apalagi berbatasan langsung dengan sekolah, ada anak-anak. Wajar kalau ada keberatan dari lingkungan sekitar,” ungkapnya.
Sepengetahuannya, pemilik lahan awalnya meminta dukungan warga bukan untuk membangun SPBU, tapi hanya untuk melakukan perataan tanah. ”Belum bicara SPBU. Kalau invest nggak sesuai tata kota, merusak lingkungan, tidak akan saya izinkan siapa pun di belakangnya,” tegas Bima.
Dalam membangun fasilitas publik itu, apabila dibangun dekat dengan pemukiman perlu kajian mendalam, apalagi bersebelahan dengan sekolah. ”Kebayang risikonya seperti apa. Sebaiknya dikembalikan ke aturan. Menurut saya sih nggak akan lolos Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) lingkungannya,” tuntas pria 46 tahun itu. (ryn/c/ yok/py)