METROPOLITAN – Kekisruhan akibat rencana menaikkan 100 persen iuran BPJS oleh pemerintah pusat, rupanya berdampak hingga ke Kota Bogor. Ratusan buruh yang tergabung dalam Forum Serikat Pekerja Kota Bogor pun mengontrog Balai Kota Bogor dan gedung DPRD Kota Bogor menolak rencana kenaikan tarif layanan kesehatan milik pemerintah itu, Senin (2/9).
Sembari membentangkan spanduk kekecewaan dan berorasi, pendemo juga menyoroti rencana revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Meskipun keduanya kebijakan pemerintah pusat, para buruh berharap pemkot dan DPRD Kota Bogor mampu menerobos dan mendorong pemerintah pusat untuk menyuarakan aspirasi serta sejalan dengan buruh dalam bentuk rekomendasi untuk disampaikan.
Perwakilan Forum Serikat Pekerja Kota Bogor, Iwan Kusmawan, mengatakan, tuntutan dari rekan pekerja sangat mendasar dalam menolak rencana revisi UU Ketenagakerjaan lantaran bakal memberatkan para buruh se-Indonesia. “Yang paling revisi akan menghapus besamendasar, pemerintah dalam ran pesangon,” katanya kepada awak media di sela aksi, kemarin.
Tak cuma itu, para buruh juga kadung kecewa dengan rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS hingga 100 persen. Padahal, kinerja BPJS Kesehatan dirasa masih harus diperbaiki, seperti soal juklak-juknis pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat, termasuk buruh. Sampai saat ini, hal itu belum juga membaik. “Sekarang malah mau dinaikkan iurannya sampai 100 persen,” imbuhnya.
Setelah berorasi di depan kantor Balai Kota Bogor dan diterima sekretaris daerah (sekda) Kota Bogor, para buruh pun merangsek ke gedung DPRD di Jalan Pemuda, Kecamatan Tanahsareal.
Ia berharap penolakan yang disuarakan bisa direspons eksekutif dan legislatif Kota Bogor, sehingga menjadi bahan rekomendasi untuk disampaikan ke pemerintah pusat. “Pak Sekda sampaikan pemkot sudah respons, hari ini (kemarin, red) akan tanda tangan bareng dewan,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Sekda Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, menuturkan, keinginan para buruh cukup rasional, di antaranya keinginan untuk mendapatkan pesangon harus bekerja sembilan tahun terlebih dulu, padahal sekarang ini tidak seperti itu. Selain itu, aturan soal menjadi pegawai tetap harus bekerja minimal lima tahun. Pembahasan revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 itu memang kewenangan pemerintah pusat. Pihaknya hanya bisa mendorong tuntutan para buruh dan menjadi pertimbangan yang akan disampaikan ke pemerintah pusat.
“Kami pahami kondisinya, tapi ini revisi tingkat pusat. Kami akan sampaikan dalam bentuk rekomendasi, jadi pertimbangan bagi (pemerintah) pusat. Tentunya saya juga sepakat harus ada perbaikan di BPJS Kesehatan agar bisa dinikmati masyarakat sesuai tujuannya. Ini perjuangan warga Bogor yang harus didukung,” paparnya.
Terpisah, pimpinan sementara DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, menerima para buruh yang beraksi di depan gedung wakil rakyat dan sempat berdialog. Politisi PKS ini mengaku sudah mencatat dan menampung aspirasi para buruh Kota Bogor terkait penolakan revisi UU Ketenagakerjaan dan kenaikan iuran BPJS.
”Sesegera mungkin kami akan koordinasi dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terkait penolakan mereka. Termasuk menyambung dengan DPR RI terkait rencana naiknya iuran BPJS, karena ini kan kebijakan pemerintah pusat. Kita dorong melalui konstituen di dewan pusat pula supaya ini didengar dan ditindaklanjuti,” terang Atang.
Saat dikonfirmasi, Kepala BPJS Kota Bogor, Yerry Gerson Rumawak, mengakui kebijakan tersebut belum diterapkan sampai saat ini. Sehingga warga tak harus cemas dengan berita yang beredar, karena tarif lama masih berlaku. “Belum ditetapkan, masih kajian, jadi belum ada yang berubah (tarifnya, red),” pungkasnya. (ryn/c/yok/py)