Minggu, 21 Desember 2025

Tolak Revisi UU Nomor 13

- Selasa, 3 September 2019 | 09:57 WIB

METROPOLITAN – Kekis­ruhan akibat rencana menaik­kan 100 persen iuran BPJS oleh pemerintah pusat, rupanya berdampak hingga ke Kota Bogor. Ratusan buruh yang tergabung dalam Forum Se­rikat Pekerja Kota Bogor pun mengontrog Balai Kota Bogor dan gedung DPRD Kota Bo­gor menolak rencana kenai­kan tarif layanan kesehatan milik pemerintah itu, Senin (2/9).

Sembari membentangkan spanduk kekecewaan dan berorasi, pendemo juga me­nyoroti rencana revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Meskipun keduanya kebijakan pemerin­tah pusat, para buruh berha­rap pemkot dan DPRD Kota Bogor mampu menerobos dan mendorong pemerintah pusat untuk menyuarakan aspirasi serta sejalan dengan buruh dalam bentuk rekomendasi untuk disampaikan.

Perwakilan Forum Serikat Pekerja Kota Bogor, Iwan Kus­mawan, mengatakan, tuntu­tan dari rekan pekerja sangat mendasar dalam menolak rencana revisi UU Ketenaga­kerjaan lantaran bakal mem­beratkan para buruh se-Indone­sia. “Yang paling revisi akan menghapus besamendasar, pemerintah dalam ran pesangon,” katanya ke­pada awak media di sela aksi, kemarin.­

Tak cuma itu, para buruh juga kadung kecewa dengan rencana pemerintah menaik­kan iuran BPJS hingga 100 persen. Padahal, kinerja BPJS Kesehatan dirasa masih harus diperbaiki, seperti soal juklak-juknis pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat, termasuk buruh. Sampai saat ini, hal itu belum juga membaik. “Se­karang malah mau dinaikkan iurannya sampai 100 persen,” imbuhnya.

Setelah berorasi di depan kantor Balai Kota Bogor dan diterima sekretaris daerah (sekda) Kota Bogor, para buruh pun merangsek ke gedung DPRD di Jalan Pemuda, Ke­camatan Tanahsareal.

Ia berharap penolakan yang disuarakan bisa direspons ek­sekutif dan legislatif Kota Bogor, sehingga menjadi bahan re­komendasi untuk disampaikan ke pemerintah pusat. “Pak Sekda sampaikan pemkot su­dah respons, hari ini (kemarin, red) akan tanda tangan bareng dewan,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Sekda Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, menuturkan, keinginan para buruh cukup rasional, di anta­ranya keinginan untuk menda­patkan pesangon harus be­kerja sembilan tahun terlebih dulu, padahal sekarang ini tidak seperti itu. Selain itu, aturan soal menjadi pegawai tetap harus bekerja minimal lima tahun. Pembahasan revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 itu me­mang kewenangan pemerintah pusat. Pihaknya hanya bisa mendorong tuntutan para buruh dan menjadi pertimbangan yang akan disampaikan ke pe­merintah pusat.

“Kami pahami kondisinya, tapi ini revisi tingkat pusat. Kami akan sampaikan dalam bentuk rekomendasi, jadi pertimbangan bagi (pemerin­tah) pusat. Tentunya saya juga sepakat harus ada per­baikan di BPJS Kesehatan agar bisa dinikmati masyarakat sesuai tujuannya. Ini perju­angan warga Bogor yang ha­rus didukung,” paparnya.

Terpisah, pimpinan semen­tara DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, menerima para buruh yang beraksi di depan gedung wakil rakyat dan sem­pat berdialog. Politisi PKS ini mengaku sudah mencatat dan menampung aspirasi para buruh Kota Bogor terkait peno­lakan revisi UU Ketenagaker­jaan dan kenaikan iuran BPJS.

”Sesegera mungkin kami akan koordinasi dengan Ke­menterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terkait penola­kan mereka. Termasuk me­nyambung dengan DPR RI terkait rencana naiknya iuran BPJS, karena ini kan kebijakan pemerintah pusat. Kita dorong melalui konstituen di dewan pusat pula supaya ini didengar dan ditindaklanjuti,” terang Atang.

Saat dikonfirmasi, Kepala BPJS Kota Bogor, Yerry Gerson Rumawak, menga­kui kebijakan ter­sebut belum dite­rapkan sampai saat ini. Sehingga warga tak harus cemas dengan berita yang bere­dar, karena tarif lama masih ber­laku. “Belum di­tetapkan, masih kajian, jadi belum ada yang berubah (tarifnya, red),” pungkasnya. (ryn/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X