METROPOLITAN – Dibenci tapi disayang. Begitu kira-kira ungkapan untuk Kota Bogor yang tengah gencar melakukan berbagai sosialisasi dan penerapan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR), hingga memberlakukan tindak pidana ringan (tipiring) bagi para pelanggar, namun tetap ‘menikmati’ pundi-pundi rupiah dari produk rokok. Ya, pada 2019 saja, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor kebagian jatah duit miliaran rupiah Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCT) dan bagi hasil pajak rokok dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat.
Dari hasil DBHCT tahun 2019 saja, Pemkot Bogor mendapat pendapatan sekitar Rp4,57 miliar yang masuk kas daerah. Namun, pemanfaatannya belum terinformasikan secara baik. Hal itu pun menjadi catatan para anggota DPRD Kota Bogor. Sebab saat rapat paripurna lalu, ada pendapatan dari Pemprov Jabar sebesar Rp11 miliar yang masuk, salah satunya dari DBHCT. Para wakil rakyat pun meminta Pemkot Bogor untuk lebih rinci dalam menuangkan kegiatan-kegiatan yang memanfaatkan dana tersebut.
“Selain mencoret untuk pembebasan lahan Otista, kita juga minta pemkot lebih rinci dalam pemanfaatan dana pemprov Rp11 miliar yang masuk APBD Perubahan 2019. Sudah ada alokasi kegiatannya, tapi kita ingin informasi lebih detil kegiatannya apa saja kepada TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah, red), ” kata Wakil Ketua DPRD Kota Bogor Eka Wardhana, kepada Metropolitan, kemarin.
Poltisi Golkar itu merinci, pendapatan tersebut terdiri dari dana kurang salur, yakni Pajak Kendaraan Bermotor sebesar Rp3,98 miliar, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor sebanyak Rp2,163 miliar, lalu Pajak Bahan Bakar Rp500 juta, Pajak Pengalihan dan Penataan Air Permukaan Rp30 juta dan Pajak Rokok Rp65 juta. Selain itu, ada tambahan dana BPHCT sekitar enam miliar rupiah yang masuk Dana Kurang Salur. Jika dijumlah, dari alokasi tersebut, ada dana Rp11 miliar yang bisa dimanfaatkan pemkot.
“Dana kurang salur itu pendapatan yang harusnya kita dapat pada 2018, tapi belum terealisasi, nah turunnya tahun ini di (APBD) Perubahan 2019, karena murni kan sudah berjalan. Itu kan bukan uang yang sedikit, kita minta lebih rinci apa saja kegiatannya. Sehingga bila suatu hari terjadi masalah, kami jadi tahu dan punya pijakan, ” ungkapnya.
Ia menambahkan, pemkot sudah bersedia untuk memberikan dtail rincian penggunaan anggaran tersebut kepada DPRD dan akan segera menyerahkan paling lambat pekan depan.
Terpisah, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bogor Lia Kania Dewi menyebut, ada dua jenis pendapatan daerah yang terkait dengan peredaran dan penjualan rokok, yakni bagi hasil pajak rokok yang diperoleh dari Pemprov Jabar. Selain itu, ada dana bagi pajak dari Pemerintah Pusat, yaitu hasil cukai dan tembakau.
"Untuk 2019, DBHCHT yang masuk mencapai Rp4,57 miliar dan Pendapatan Bagi Hasil Pajak Rokok itu jumlahnya mencapai Rp39,1 miliar, " katanya.
Ia menambahkan, pendapatan itu seluruhnya masuk ke kas Pemkot Bogor alias pendapatan Kota Bogor yang bersumber dari pemerintah provinsi Jawa Barat dan pemerintah pusat. Lia juga menjelaskan, walaupun Perda KTR sudah diterapkan sejak 2009, rupanya tidak terlalu mempengaruhi pendapatan yang diperoleh Kota Bogor dari sektor itu.
"Memang betul. Jumlahnya cenderung stabil, naik turun nggak terlalu jauh. Datanya mesti rekap dulu. Yang pasti nggak jauh (jumlahnya) dari tahun ini, " pungkasnya. (ryn/c/yok)