METROPOLITAN – Buntut dari ambruknya Tembok Penahan Tanah (TPT) proyek pembangunan Mal Boxies 123, Jalan Tajur Kecamatan Bogor Timur, yang menimpa rumah-rumah warga sekitar pada Sabtu (12/10) lalu, sedikitnya membuka mata publik soal lemahnya perencanaan pada suatu pembangunan di Kota Bogor. Sehingga tidak bisa memperkirakan dampak cuaca, hingga kontur wilayah pada suatu pembangunan, serta hanya melihat sisi peningkatan pendapatan kas daerah saja.
Praktisi Hukum Universitas Pakuan R Anggi Triana Ismail mengatakan, persoalan yang harus diterima warga karena pembangunan itu bukan kali pertama di Kota Bogor. Namun tak kunjung jadi pembelajaran bagi pemkot. Kejadian longsor yang membuat warga Kampung Sukajaya RT 1/6 Kelurahan Tajur kehilangan tempat tinggal itu karena diterjang pembatas proyek mal, jadi indikasi sikap teledor dari jajaran Pemkot Bogor.
“Secara vertikal maupun horizontal pertanggungjawaban hukum, nggak cuma dialamatkan ke pihak mal. Sebab pada dasarnya kehadiran mal itu ada administratif Pemkot Bogor melalui dinas-dinas terkait, sampai kewilayahan kecamatan, kelurahan, RW dan RT, ” katanya kepada Metropolitan, kemarin.
Menurtunya, perli sikap objektif dari akademisi, praktisi hingga pengamat, lantaran tidak melulu tanggung jawab dialamatkan pada korporasi semata. Ngebut-nya penggenjotan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor diekspresikan melalui semangat agresifitas penguasa Kota Bogor, guna menghadirkan korporasi-korporasi ataupun investor-investor. Baik lokal, nasional maupun internasional.
“Sehingga tepat jika kekacauan ini tidak saja harus mutlak dialamatkan kepada korporasi (mal boxies). Perizinan-perizinan yang sarat akan kompleksitas, tertuang dalam peraturan Perundang-undangan. Mulai dari UU, PP, Perda sampai Perwali adalah hal yang perlu publik ketahui, bahwa keberadaan tempat bukanlah perkara yang mudah, ” terang pengacara nyentrik itu.
Ia menambahkan, ada perjalanan yang cukup panjang yang perlu pengembang ataupun pemilik usaha lakukan demi memperoleh perizinan.
“Bukanlah hal sepele dan mudah. Belum keterlibatan RT, RW, lurah dan camat, yang secara hukum administratif adalah pion penyempurna proses perijinan, ” imbuhnya.
Anggi pun menilai, buruknya administrasi serta pemantauan yang acuh dan buruk dari para penyelenggara publik Kota Bogor jadi sumber masalah yang tak boleh luput dari kejadian yang menimpa masyarakat setempat.
Memang, kata dia, koreksi bisa jadi bagian pertanggungjawaban moril. Namun penegakan hukum terhadap pelayan publik adalah keharusan yang perlu dilakukan aparat penegak hukum Kota Bogor.
Berikut para anggota legislatif pun berperan penting selaku wakil masyarakat, yang kini bercokol menikmati kekuasaannya sebagai legislator.
“Kalimat surgawi yang dijadikan statement dalam media sosial, tidaklah cukup. Perlu tindakan konkret dari kalimat itu, dengan tujuan mewujudkan simpatinya tersebut, bukan lagi menjadi sikap imajinatif dan ilusioner, ” tukas Anggi.
Senada, Anggota DPRD Kota Bogor Fraksi PPP Saeful Bahri mengatakan, persoalan ambruknya TPT proyek mal Boxies 123 yang berdampak kerusakan rumah-rumah warga, tidak bisa dianggap sepele dan pemkot harus segera bergerak cepat untuk menghentikan aktifitas pembangunan. Dengan tim investigasi yang dibentuk oleh pimpinan dewan.
Ia menegaskan, dalam sebuah pembangunan memerlukan berbagai tahapan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Termasuk saat mengajukan penerbitan IMB, dimana harus memenuhi siteplan hingga kajian Analisis Dampal Lingkungan (Amdal) dan Amdal Lalu Lintas.
"Nah kalau sekarang TPT pondasi ambruk karena nggak kuat menahan air, misalnya dari hujan deras, berarti hitungan perencanaannya nggak matang dong? Jangan cuma menyalahkan alam. Intinya kenapa izin bisa keluar? Proses terbitnya amdal juga mesti ditelusuri, " pungkas Saeful. (ryn/c/yok)