METROPOLITAN – Pembangunan memang seringkali mendatangkan pundi-pundi pendapatan daerah serta berpotensi menyerap tenaga kerja. Sayangnya, tak sedikit pula pengembang yang seakan menganggap remeh persoalan, baik soal izin hingga proses penyelesaian ketika ada permasalahan. Seperti persoalan pasca ambruknya Tembok Penahan Tanah (TPT) proyek Mal Boxies, awal Oktober, yang hingga kini belum terselesaikan.
Baik soal proses pembersihan sisa longsoran, perbaikan rumah-rumah terdampak, hingga kompensasi untuk warga terdampak dan rumah sementara. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui unsur kewilyahan pun terus berupaya agar semua persoalan yang berkembang, hingga penanganan terhadap warga terdampak. Namun rupanya, upaya untuk terus berkoordinasi bagaikan bertepuk sebelah tangan.
Camat Bogor Timur, Abdul Wahid, mengatakan, sejak awal pekan ini, ia berinisiatif untuk bertemu dan memanggil pihak pengembang dan kontraktor untuk menanyakan penanganan dampak longsoran TPT proyek beberapa pekan lalu. Apalagi hampir satu bulan lamanya, tak kurang sebanyak 35 jiwa dari 12 Kepala Keluarga (KK) mesti mengungsi ke dua rumah sementara, yang disewakan oleh pihak pengembang sampai ada tindakan perbaikan dan penggantian terhadap rumah terdampak.
“Ya mestinya Rabu hari ini (kemarin, red) saya mau bertemu dengan owner (pemilik)-nya. Tapi belum jadi ketemu, kami masih menunggu informasi dari mal boxies-nya. Jadi belum ketemu, dan saya juga baru beres penertiban PKL tadi, ” katanya kepada Metropolitan, kemarin.
Mengenai pertemuan kecamatan dengan pihak pengembang atau kontraktor, mantan Sekcam Bogor Timur itu mengaku terus berupaya melakukan komunikasi dengan pihak terkait. Belum lagi soal banyak pihak yang mendesak agar bisa dilakukan penghentian pekerjaan sementara sampai permasalahan selesai.
“Kami akan konfirmasi secepatnya kepada pihak boxies. Ini juga kan harusnya hari ini ketemu, saya yang minta ke mereka, tapi nggak jadi ketemu, ” ujar Wahid, sapaan karibnya.
Kurang gregetnya Pemkot Bogor serta DPRD Kota Bogor menangani kasus besar yang bisa saja menimbulkan korban jiwa ini, ditanggapi serius Wakil Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bogor bidang Perencanaan Pembangunan dan Infrastruktur, Rikardo Hermes Batlolone. Sejak awal, dia menyayangkan lambannya penanganan dari pengembang juga dari pemkot, termasuk kejelasan perbaikan dan ganti rugi.
“Lebih jauh dari itu, pemkot melalui dinas serta kewilayahan sudah turun, dewan juga, kok jalan ditempat? Masa kejadian sebesar ini, banyak pihak jelas meninta tutup dulu pekerjaan sampai masalah selesai, kok setelah (dewan) ketemu dinas, jawabannya malah umum, biasa saja gitu, ” tegasnya.
Menurut Riko, seharusnya ada tindakan tegas kepada pengembang atau kontraktor, berupa denda hingga penghentian sementara pekerjaan sampai masalah tuntas. Malah saat ini, pekerjaan berlanjut seakan tidak terjadi insiden apa-apa.
“Jangan mentang-mentang bisa diganti dengan uang ganti rugi, lalu selesai masalah, " bebernya.
Jika itu terjadi, kata dia, tentu menjadi preseden buruk bagi Citra pembangunan di Kota Bogor. Ketika ada persoalan pembangunan yang luput bahkan hampir menelan korban jiwa, namun tidak ada sanksi atau tindakan dari pemerintah setempat kepada penanggung jawab atau pemilik proyek.
"Pemkot kan ini kurang pengawasan. Mal juga nggak becus, dala perencanaan hingga pelaksanaan. Inj harus tindak lanjut secara serius oleh pwmkot dan dewan. Harus segera ada yang tanggung jawab, " pungkas.
Menangapi hal itu, Bidang Kehumasan PT Sinar Indonesia Loka, Arny Rakhmawati masih enggan menanggapi informasi dan keluhan yang beredar. Pesan singkat dan sambungan telepon dari pewarta belum juga direspon hingga Rabu (30/10) pukul 19:00 WIB. Padahal, ia diberikan mandat oleh perwakilan perusahaan untuk memberikan keterangan kepada awak media.
“Mohon maaf, saya kasih ke bagian Humas ya, dengan Mbak Arny, ” singkat Perwakilan PT Sinar Indonesia Loka, Lia. (ryn/c/yok)