Senin, 22 Desember 2025

Pajak Dikeruk, Kegiatan OPD Dipangkas

- Kamis, 14 November 2019 | 08:37 WIB

METROPOLITAN – Pembahasan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dengan DPRD Kota Bogor melalui Badan Anggaran (Banggar) terkait Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2020, terus dilakukan selama beberapa hari ini. Alotnya pembahasan lantaran pada Kebijakan Umum Anggaran dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), pemkot mencatatkan defisit Rp369 miliar. Setelah melalui dua hari pembahasan demi menyeimbangan neraca pendapatan dengan kegiatan belanja, saat ini defisit RAPBD 2020 tinggal menyisakan angka Rp6 miliar, setelah sehari sebelumnya, Selasa (12/11), defisit sudah mengerucut menjadi Rp26 miliar. Pemkot dan Banggar sepakat soal opsi untuk meningkatkan pendapatan dan rasionalisasi anggaran kegiatan pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor Ade Sarip Hidayat mengatakan, saat ini defisit masih tersisa Rp6 milar dari sebelumnya Rp26 miliar. Opsi peningkatan pendapatan melalui beberapa sektor pajak pun dilakukan, misalnya menaikan target Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) senilai Rp5 miliar dan piutang pajak sebesar Rp5 miliar. “Hal itu disanggupi oleh kepala Bapenda (Badan Pendapatan Daerah, red),” katanya selepas rapat di gedung DPRD Kota Bogor, kemarin. Selain itu, beberapa kegiatan OPD pun dirasionalisasi. Seperti misalnya pemangkasan kegiatan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang tadinya dianggarkan Rp300 miliar lebih, dirasionalisasi menjadi ‘hanya’ Rp211 miliar. Ia juga melihat perjalanan dinas dan gaji di Dinas Pendidikan juga seringkali menjadi potensi silpa. “Dulu prediksi nambah pegawai, ternyata yang pensiun banyak. Tapi untuk yang strategis, seperti pembangunan Masjid Agung, nggak dipangkas karena itu urusan masyarakat dan ibadah,” terang Ade Sarip. Ia menjelaskan, rasionalisasi pada dasarnya dilakukan sebagai opsi untuk menyeimbangkan neraca APBD, selain opsi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Urusan rasionalisasi, kata Ade, bukan untuk menghilangkan kegiatan, tapi lebih kepada menunda dan memberikan porsi kepada yang lebih prioritas. “Termasuk Pokir, kan itu yang pentung bukan urusan nilai. Tapi pasti dilaksanakan, lebih kepada upaya ‘politis’ kepada masyarakat. Perjalanan dinas di dewan tidak dipangkas karena jumlah anggota dewan ada 50 orang,” terangnya. Menyikapi masih adanya defisit pada RAPBD 2020, Anggota Banggar DPRD Kota Bogor, Saeful Bahri, mengatakan, ada dua prinsip yang mesti jadi perhatian bagi pemkot. Yakni optimalisasi PAD dengan Perda Retribusi yang baru, ditunjang dengan menggali sumber-sumber pendapatan yang bisa dilakukan dengan terobosan. Pilihan kedua, kata dia, yaitu rasionalisasi, yang dilakukan dengan obyektif dan selektif dalam memilah program dan kegiatan yang benar-benar menunjang pencapaian target kinerja dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). “Pangkas kegiatan-kegiatan yang bersifat rutinitas OPD, yang itu lagi itu lagi’. Tapi, metode rasionalisasi yang dijalankan TAPD itu seperti apa? Apakah sudah dikomunikasikan dengan OPD-nya,” ujarnya. Namun ia mengingatkan, untuk terbuka dengan metode rasionalisasi, terutama pada komposisi Belanja Langsng per OPD. Jangan sampai, sambung dia, OPD-OPD ‘favorit’ bebas dari rasionalisasi, sedangkan OPD yang tidak dipandang ‘bonafit’ malah dirasionalisasi. “Kan terbukti tiap tahun selalu over target, tapi karena pengen di titik aman, nggak berani. Supaya dibilang prestasinya bagus. Harus berani pasang angka target diatas angka over target,” pungkas politisi PPP itu. (ryn/c/yok)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X