METROPOLITAN - Sektor pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bogor, pada 2019 lalu yang mencapai angka Rp688 miliar dari target Rp644 miliar, mendapatkan sorotan dari Walikota Bogor, Bima Arya. Dalam rapat terbatas dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor, Bima Arya meningkatkan target PAD mencapai Rp733 triliun. "Semua akan kita genjot, tapi kita akan fokus pada Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) dan jasa pariwisata. Target pajak, hotel dan restoran melalui berbagai kegiatan harus kita dapatkan," kata Bima kepada Metropolitan, Kamis (9/1). Untuk pajak hotel, dari target Rp84 miliar, pendapatan yang diterima oleh Kota Bogor sebanyak Rp94 miliar. Lalu pajak restoran yang ditargetkan Rp136 miliar, pendapatan yang didapat sebanyak Rp152 miliar dan sektor pajak hiburan, dari target Rp29 miliar, pendapatan yang diterima sebanyak Rp33 miliar. Selain soal pendapatan dari pajak hotel, resto dan hiburan. Orang nomor satu di kota hujan ini juga mengingatkan kepada jajaran Bapenda untuk memperbaiki dan meningkatkan sektor pendapatan dari reklame. Wajib pajak reklame yang menyumbangkan Rp11,7 miliar, sambung Bima tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh reklame yang masih didominasi oleh plastik dan kain. Maka dari itu, ia menginginkan seluruh reklame yang ada di sudut Kota Bogor untuk diganti menjadi videotron. "Nantinya akan kita lakukan revisi perwali untuk mengatur itu semua, agar kotanya lebih rapih tapi pendapatan lebih besar. Kami juga akan menetapkan titik-titik untuk reklame LED yang baru dan lain-lain," sambungnya. Dilokasi yang sama, Kepala Bapenda Kota Bogor, Deni Hendana, menyampaikan, target untuk pajak restoran pada 2020 nanti sebesar Rp161 miliar. Lalu untuk pajak hotel menjadi Rp92 miliar dan pajak hiburan kurang lebih Rp40 miliar. "Kami berharap para wajib pajak (WP) berlaku jujur dalam pelaporan setiap bulannya. Karena dengan tepatnya angka yang disampaikan, maka akan mempermudah kami dalam penilaian nanti," tegasnya. Untuk meningkatkan PAD dari sektor pariwisata ini, Bapenda Kota Bogor sendiri akan meningkatkan program ekstensifikasi dan intensifikasi. Ekstensifikasi sendiri merupakan, program pendataan ulang pada WP yang akan dilakukan oleh Bapenda, guna meningkatkan jumlah WP agar menambah pendapatan. "Kalau intensifikasi, kamu akan meningkatkan pendapatan dan menekan para WP yang sudah terdata agar pendapatan yang sudah masuk tidak hilang," jelas Deni. Menyinggung soal reklame, Deni yang terbilang baru dijajaran lingkaran pemerintah Kota Bogor mengaku masih mencoba untuk melakukan kajian untuk memperbaiki sistem reklame yang ada di Kota Hujan. Sebab, masalah reklame sambung Deni merupakan persoalan lintas sektoral, dimana perijinannya ada di DPMPTSP dan penempatannya ada di Bappeda. "Kami masih akan mengkaji zonasi reklame yang ada di Kota Bogor. Contohnya kan untuk jalur SSA itu harus steril, nah pemetaan seperti ini yang masih kita jalankan," sambungnya. Terpisah, Ketua Perhimpunan Hotal dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor, Yuno A Lahay menilai kebijakan pemerintah yang menjadikan sektor pariwisata terkesan seperti sapi perah. Seharusnya, sambung dia, pemerintah melakukan diskusi dan komunikasi terlebih dahulu dengan pihaknya, sebab data di Bapenda dan PHRI tidak singkron. Menurutnya, data di Bapenda, hotel dan Resto yang ada di Kota Bogor ada 140, sedangkan yang terdata di PHRI tidak lebih dari 100. "Sedangkan untuk hotel yang menyumbang pajak hanya 30 hotel besar saja. Seharusnya kalau pemerintah mau meningkatkan pendapatan, 30 hotel besar ini difasilitasi dong. Jadi ada simbiosis mutualisme," jelasnya. Yuno juga tidak menampik kalau potensi wisata di Kota Bogor cukup besar dan target yang ditetapkan oleh Pemkot bukan hanya bualan. Tetapi semua itu harus diluruskan dan sejalan dengan kebutuhan semua stakeholder. (dil/c/yok)