METROPOLITAN - Proyek pembangunan Situ Plaza Cibinong masih saja menjadi buah bibir. Dengan nilai pekerjaan Rp7,2 miliar, justru meninggalkan kejanggalan mulai dari tiang yang miring hingga adanya dugaan jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Meskipun hingga kini publik masih menunggu rilis Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari lembaga tersebut. Tak cuma itu, hasil pekerjaan secara fisik juga rupanya menarik perhatian khalayak. Tidak cuma munculnya tiang pancang miring menopang plaza beban plaza, jumlah tiang kolom beton yang jumlahnya ratusan itu dianggap berlebihan melihat potensi beban dan luasan yang ada. "Setelah saya kelapangan meninjau lokasi, ditemukan kurang lebih empat sampai lima kolom yang agak miring, dari jumlah total 134 tiang kolom. Memang jika melihat peruntukan bangunan, secara struktur oke lah. Tapi melihat luasannya, untuk bangunan seperti itu, saya kita jumlah tiang pancang yang ada justru agak berlebihan," kata Pengamat Konstruksi Thoriq Nasution saat menghubungi Metropolitan, kemarin. Menurutnya, perlu dilihat dan disikapi mulai dari perencanaannya, melihat kebutuhan jumlah kolom tiang pancang yang seharusnya bisa kurang dari jumlah eksisting. "Padahal kan luasan cuma segitu. Kok jumlahnya harus sebanyak itu. Pertanyaannya ada di perencanaan juga mesti disikapi," tutur dia. Kaitan temuan BPK, sambung Thoriq, bisa saja terjadi baik temuan dari sisi pekerjaan fisik atau malah sisi persoalan administrasi. "Temuan itu saya belum tahu detailnya. Ya bisa saja, baik di (pekerjaan) fisik atau malah di administrasinya," tukasnya. Bagaimana tidak, proyek dengan nilai Rp7,2 miliar itu memunculkan sekelumit kejanggalan, mulai dari tiang miring yang tidak sesuai desain, hingga dugaan jadi bancakan lantaran jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kini mulai dari aparatur Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor hingga penyedia jasa ditengarai bisa saja ikut terseret, lantaran ada dugaan proyek tersebut jadi bancakan dan jadi temuan BPK. Praktisi Hukum R Anggi Triana Ismail mengatakan, pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan dan mempunyai manfaat yang sangat penting guna, untuk mewujudkan tujuan negara menyejahterakan rakyat sesuai UU. Ketika BPK sudah menduga ada temuan, maka nantinya LHP yang dilakukan BPK, akan diserahkan kepada stakeholder sesuai dengan kewenangannya. Sesuai UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, hasil pemeriksaan ini kemudian ditindaklanjuti oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh BPK. Lalu, kata dia, apabila dalam LHP BPK diketahui terdapat kerugian negara, maka diketahui subjek penanggung jawab untuk mengetahui penyelesaian kerugian negara/daerah untuk selanjutnya dilakukan penetapan. “Jika nantinya terbukti dari LHP-nya BPK, tentu ada beberapa pihak yang akan ikut terseret, yakni Pemkab Bogor, selaku pengguna anggaran, dalam hal ini Organisasi Perangkat Daerah (OPD)-nya. Lalu penyedia jasa, dalam hal ini kontraktor atau pemilik perusahaan. Mereka yang harus tanggung jawab,” katanya. Dia melanjutkan, apabila dikemudian hari terdapat tuntutan pidana akibat timbulnya kerugian negara yang terjadi karena hasil pemeriksaan BPK dan rekomendasi atau tindak lanjut telah selesai dilaksanakan, maka penyelesaian tindak lanjut ini tidak menghapuskan tuntutan pidana. Yang dikenakan pada pihak terkait. “Tentu ini menjadi preseden buruk bagi Pemkab Bogor, ketika ada pekerjaan yang jadi temuan BPK. Keseriusan pengguna anggaran dipertanyakan. Dari segi hukum, ya semua yang terlibat harus dimintai keterangan,” tutup Anggi. (ryn/c/yok)