METROPOLITAN - Sampah masih menjadi masalah yang belum bisa diselesaikan hingga saat ini oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Terhitung, setiap harinya 300 ton sampah masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga baik dari Kota maupun Kabupaten Bogor. Penumpukan sampah disebabkan banyaknya masyarakat yang kurang memahami dalam daur ulang sampah. Pelaksana Tugas (plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor, Dody Ahdiat, menuturkan, untuk mengantisipasi penumpukan sampah, Pemkot Bogor mencanangkan pembuatan unit-unit atau inkubator yang dipusatkan langsung di TPA Galuga. "Kami berpikir untuk mengelola langsung di Galuga saja, semacam inkubator atau semacam pabrik. Jadi ada semacam unit-unit yang langsung mengelola di sana dan sampah plastik bisa dipilih sendiri untuk dijadikan energi listrik atau yang lainnya" ujar Dody saat ditemui wartawan koran ini, kemarin. Dari total keseluruhan 37 hektar luas tanah TPA Galuga, kedepannya sekitar 7-10 hektar Pemkot Bogor akan memanfaatkan lahan tersebut untuk menyusun perencanaan Detail Engineering Design (DED). “Semua akan diberdayakan untuk unit-unit dan mempersiapkan masyarakat sekitar TPA Galuga agar dapat berkontribusi dalam perencanaan yang dibuat pemerintah,” ucapnya. Selain pembuatan unit di TPA Galuga, sambung Dody, pemerintah sedang melakukan kebijakan pengurangan sampah dari sumbernya. Sampah yang bersumber dari rumah tangga, tempat pariwisata, perkantoran dan lainnya akan di daur ulang melalui Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS-3R), yang sudah tersebar di 34 titik di Kota Bogor. “Jadi dengan adanya kebijakan tersebut sampah yang masuk ke TPA Galuga itu benar-benar sampah residu, sampah yang sudah tidak bisa digunakan lagi” jelas Dody. Untuk menangani sampah yang sudah tidak bisa digunakan lagi (Residu) Pemkot Bogor sudah bekerja sama dengan beberapa investor. Sampah ini akan diolah kembali menjadi energi listrik dan kompos. Pengelolaan ini juga akan dilakukan langsung di TPA Galuga. Namun menurut dosen di Departemen Sains KPM FEMA IPB Sofyan Sjaf, unit-unit yang akan dibangun harus sesuai dengan manfaat yang akan disalurkan. Dalam pengelolaan sampah tidak bisa serta merta mengeluarkan kebijakan harus banyak pengkajian yang dilakukan agar pengelolaannya tepat guna. “Kalau jauh dari pemanfaatan itu akan menambah masalah lagi dan akan sia-sia, jadi disesuaikan dengan konteks pemanfaatan,” bebernya. Sofyan mencontohkan, jika unit ini mengelola jenis energi kan harus tersalurkan, berarti harus dekat dengan pemukiman kalau misal ditampung entah sama pemerintah ingin menjualnya contoh ke PLN, itu malah akan membutuhkan biaya yang sangat besar. “Sebenarnya Pengelolaan sampah yang efektif itu adalah pengelolaan sampah yang tepat guna” jelasnya. Ia berharap, semoga dengan kebijakan-kebijakan tersebut yang tadinya pemkot mendapatkan penghargaan Adipura, bisa kembali meraih penghargaan bergengsi tersebut.(cr1/c/yok)