METROPOLITAN - Dijadikannya Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kayumanis di RW 06 Kampung Munjul sebagai pusat pusara (pemakaman) jenazah Covid-19 pada 26 Maret 2020, tentu membuat masyarakat sekitar panik. Sebab, satu-satunya akses untuk mencapai TPU Kayumanis itu melintasi pemukiman padat penduduk. Ditambah tidak adanya sosialisasi dari kelurahan, membuat warga kalang-kabut. Lurah Kayumanis, Hapid Supriadi, mengatakan, ketegangan yang terjadi pada Kamis (26/3) saat prosesi tiga pemakaman jenazah diduga positif Covid-19, membuat pihaknya baru menggelar pertemuan keesokan harinya atau Jumat (27/3). ”Warga sekitar TPU yang diwakili ketua RT atau yang mewakili sudah kita undang ke kelurahan Jumat (27/3). Kita juga sosialisasi kepada warga sekitar yang dihadiri langsung jajaran Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Tanahsareal,” katanya. Meski begitu, ia mengakui jika kepanikan yang muncul di tengah masyarakat lantaran keterlambatan sosialisasi kepada warga. ”Iya memang terlambat. Kita sosialisasikan ke warga pasca adanya pemakaman, bukan sebelumnya,” akunya. Setelah kejadian itu, pihaknya bersama Muspika Tanahsareal langsung menyosialisasikan Standar Operasional Prosedur (SOP) pemakaman jenazah Covid-19. ”Supaya masyarakat tahu jika SOP sudah dilakukan, maka akan mencegah segala kemungkinan. Jadi, warga nggak terlalu panik,” ujarnya. Hapid juga mengamini jika penyemprotan disinfektan yang selama ini dilakukan merupakan hasil swadaya masyarakat tanpa bantuan anggaran dari kelurahan. Sekalipun penyemprotan yang dilakukan pada Jumat (27/3) lalu merupakan bantuan dari Kodim dan jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor. ”Kami di kelurahan nggak ada anggaran penyemprotan. Kami cuma mengimbau dan menggerakkan pengurus RT dan RW swadaya melakukan penyemprotan. Alhamdulillah, hampir semua RT melakukan penyemprotan dengan cara swadaya,” terangnya. Menanggapi hal tersebut, Ketua Ikatan Pemuda Munjul (IPM), Roni Hermawan, menyayangkan lambannya sosialisasi yang dilakukan kelurahan. ”Setahu saya, setiap kelurahan punya anggaran dari pemerintah pusat dan lurah merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), masa buat sosialisasi ke warga sama penyemprotan disinfektan saja tidak mampu,” terangnya. Menurutnya, kepanikan warga beberapa hari lalu merupakan bentuk ketidakmampuan aparat pemerintahan sebagai pelayan masyarakat. ”Jangan membuat masyarakat beraksi dulu baru ada reaksi, ibarat tidak punya pemimpin kalau seperti ini namanya,” tegasnya. (ogi/c/yok/py)