Ramadan tahun ini sepertinya menjadi tahun terpuruk bagi pedagang kolang-kaling alias curuluk. Di bulan puasa penganan satu ini biasanya menjadi primadona. Namun saat ini kolang-kaling tak lagi dilirik sebagai campuran menu berbuka puasa. Alhasil, para pedagang pun merugi hingga ratusan ribu per hari SEORANG pedagang kolang-kaling di Pasar Bogor, Agus Gustiawan, mengatakan, Ramadan tahun ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Hal ini lantaran imbas penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Bogor. Masyarakat jadi enggan keluar rumah. Tahun lalu, dalam sehari Agus bisa membawa pulang uang sekitar Rp1 juta lebih. Namun tahun ini terpaksa ia harus gigit jari. Penghasilannya merosot tajam, 19sekitar 50 hingga 60 persen. ”Tahun ini saya kacau. Jualan sepi, pembeli susah. Dapat uang buat buka puasa juga sudah Alhamdulillah,” tuturnya. ”Sekarang paling banyak dapat Rp500 ribu sampai Rp600 ribu per hari. Itu juga jarang, apalagi di tengah kondisi seperti ini,” sambungnya. Untuk satu kilogram kolang-kaling, lanjut Agus, biasanya dipatok Rp15 hingga Rp20 ribu. Beruntung, harga kolang-kaling terbilang stabil lantaran stoknya cukup banyak. Ia mendapatkan suplai kolang-kaling dari sejumlah daerah, seperti Sukabumi, Cianjur dan Leuwiliang. ”Alhamdulillah sih barangnya nggak susah. Kualitasnya juga bagus. Harga modalnya nggak naik, sama seperti tahun lalu. Biasanya saya dapat kiriman dari luar Bogor,” ujarnya. Agus pun berharap wabah ini segera berakhir agar penghasilannya kembali normal. ”Dagang curuluk itu kan ramainya pas puasa. Maka dari itu, saya berharap wabah ini segera berlalu supaya bisa hidup normal lagi,” pungkasnya. (ogi/b/rez/py)