METROPOLITAN – Wabah virus corona belum menentu. Grafik korban pun terus meroket. Jumlah yang positif terinfeksi Covid-19 hingga Rabu (27/5) pukul 12:00 WIB, ada 23.851 kasus atau bertambah 686 kasus dari hari sebelumnya. Ada pun jumlah korban meninggal dunia sebanyak 1 . 4 7 3 atau bertambah 50 orang dari hari sebelumnya. Virus ini telah menyebar ke-31 provinsi di Indonesia. Prediksi kapan akan berakhir masih simpang-siur dan cenderung semakin mundur. “Semula diperkirakan pandemi Covid-19 akan berakhir Juni 2020 dan situasi kembali normal pada Juli. Prediksi itu dikemukakan Singapore University of Technology and Design (SUTD) Data-Driven Innovation Lab,” terang anggota Komisi X DPR-RI Fraksi PKS, Fahmy Alaydroes. Namun, lanjut Fahmy, prediksi itu kemudian berubah bahwa akhir pandemi Covid-19 di Indonesia terjadi pada 23 September 2020 atau mundur lebih dari 3 bulan. Lalu dalam perkembangannya, prediksi itu kembali berubah. Terakhir dalam laporan yang diperbaharui pada Selasa (5/5), prediksi itu kembali mundur menjadi Oktober 2020. Secara teoritis, akhir pandemi Covid-19 terjadi pada 7 Oktober 2020. Prediksi itu bisa meleset 14,9 hari. Ironinya, pemerintah akan memberlakukan relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kehidupan dan aktivitas kantor, pusat perbelanjaan, mal, sekolah, penerbangan, transportasi dan berbagai aktivitas sosial dan ekonomi akan dikembalikan seperti biasa. Meski faktanya pandemi Covid-19 telah banyak menyebabkan korban meninggal dunia, baik yang terdata dan diumumkan resmi ataupun yang tidak dicatat atau dikategorikan meninggal akibat Covid-19 karena belum sempat dites atau gejala sakitnya didominasi gejala Covid-19. “Dengan rencana menyudahi kebijakan PSBB, kita berada dalam suasana yang disebut sebagai keadaan kehidupan ‘new-normal’, berperilaku sehari-hari seperti biasa tapi tetap waspada dan antisipasi terhadap pandemi Covid-19 yang masih mengancam kita,” paparnya. Bila hendak PSBB direlaksasi untuk menggerakkan roda dan kehidupan ekonomi serta menyediakan pelayanan umum kepada masyarakat, Fahmy berharap pemerintah bisa memastikan dengan tegaskan protokol kesehatan diterapkan di setiap tempat umum. Tanda-tanda peringatan mesti disediakan di setiap sudut atau tempat yang diperlukan, satpol atau petugas pengawal disiplin protokol mesti ditempatkan di berbagai tempat yang diperlukan, sanksi/denda/hukuman perlu ditegakkan kepada siapa pun yang melanggar. Ketika sekolah dibuka kembali, sambung dia, anak-anak usia dini (PAUD) hingga SMA yang berada dalam satu kawasan sekolah, bersama dan berinteraksi, bermain dan belajar selama seharian. “Bagaimana memastikan bahwa mereka dapat belajar dengan tenang sekaligus aman dari ancaman penularan Covid-19? Apakah sekolah siap menjalankan dan menerapkan protokol kesehatan kepada semua siswa pada setiap aktivitas pembelajaran? Apakah guru-guru juga mampu mengajar dan menciptakan suasana belajar yang kondusif? Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut sekolah yang siap dengan protokol kesehatan untuk kembali membuka sekolah masih sedikit. Berdasarkan data KPAI baru 18 % sekolah yang siap dengan protokol kesehatan pencegahan Covid-19,” bebernya. Fahmy menilai, perkara ini serius dan mesti mendapat perhatian pemerintah, khususnya Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan pemerintah daerah. Mereka harus menyiapkan secara seksama, memastikan berjalannya pola perilaku sesuai protokol kesehatan dengan disiplin ketat. “Bila tidak ketat, sungguh saya mengkhawatirkan akan terjadinya kluster-kluster baru di sekolah. Pemerintah jangan main-main dengan keselamatan jiwa anak-anak kita. Harus mendengar dan mengikuti saran para ahli kesehatan. Lebih baik menunda beberapa saat tapi selamat, daripada berlagak ’gagah’ mau berdamai dengan Covid-19, tapi kemudian banyak menimbulkan mudarat,” pungkasnya. (*/mam/py)