METROPOLITAN – Gunung Kapur di Kecamatan Klapanunggal belakangan jadi buah bibir. Berpotensi jadi lokasi wisata, pengerukan batu kapur masih terus terjadi, sehingga mengubah kondisi alam. Belum lagi persoalan izin penambangan yang menambah pelik. Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bogor, Usep Supratman, membeberkan, persoalan tambang salah satunya di Klapanunggal erat kaitannya dengan perizinan. Ia mengakui masih adanya penambangan liar di lapangan, karena aturan yang dianggap belum tegas. Apalagi aturan izin tambang ada di Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sehingga jika akan membuat aturan di daerah perlu mengacu pada aturan di level atas. ”Izin pertambangan memang di provinsi (Jawa Barat). Itu juga harus ada rekomendasi dari kita. Bupati selalu bilang ingin ada moratorium tambang, makanya kita dorong dibuat perbup, nggak cuma lisan. Memang acuan kita ke aturan lebih atas (aturan pemprov, red), nggak bisa bertolak belakang,” katanya kepada Metropolitan, Minggu (28/6). Sehingga, sambung dia, perlu ada tindakan jangka pendek demi mengatasi persoalan ini. Salah satunya dengan Satpol PP, mendiskusikan apa yang harus dilakukan. Termasuk soal izin perusahaan hingga koperasi di lokasi. Ia pun mengibaratkan jangan sampai izin hanya satu, tapi lokasinya lebih dari satu. ”Kita lihat apakah yang koperasi-koperasi itu boleh? Benar-benar sudah berizin atau tidak? Lokasinya benar tidak? Jangan sampai seperti gini, STNK-nya satu, sepeda motornya lima. Ini yang kacau. Nanti akan kita lihat itu,” ujarnya. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu pun meminta persoalan tambang di Kabupaten Bogor diperbaiki dan ada kepastian hukum dalam pelaksanaannya. ”Komisi I menitikberatkan itu. Makanya aturan kita dorong supaya jelas. Kalau boleh gimana, kalau nggak boleh gimana. Jadi di lapangan ada kepastian,” terangnya. Sebelumnya, Camat Klapanunggal, Ahmad Kosasih, mengaku bakal melakukan pemetaan lokasi yang secara izin bisa digarap hingga yang ditambang secara liar. Ia mengaku di lokasi tersebut pada dasarnya ada beberapa pihak yang diizinkan untuk berkegiatan, seperti PT Solusi Bangun Indonesia (eks Holcim) di Desa Nambo, PT WES dan koperasi tambang. Menurutnya, Desa Nambo kini tengah melakukan pendataan dan pemetaan wilayah yang izinnya dimiliki masing-masing. ”Supaya ketahuan batas wilayah mana yang sudah berizin dan di luar area yang diizinkan. Kalau PT-PT dan koperasi itu sudah ada izin untuk nambang. Warga yang menambang itu dikoordinasikan oleh koperasi. Cuma saya belum pastikan apakah nambangnya di dalam areal yang diizinkan atau di luar area yang diizinkan,” bebernya. Jika nanti kedapatan ada yang menambang di area di luar izin, maka kecamatan bakal meminta pihak berwenang untuk menutupnya. ”Tentu kita minta ditutup sama yang berwenang,” ujarnya. (ryn/c/feb/py)