METROPOLITAN – Pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) Sekretaris Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor Irianto, Kejaksaan Negeri (Kejari) hingga kini belum menetapkan tersangka lainnya, seperti pemberi suap sampai dugaan keterlibatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Bogor berinisial AB lantaran ditemukan buku tabungan milik yang bersangkutan. Meski sudah dinyatakan P21 oleh Kejari Kabupaten Bogor sejak akhir Juni, hingga kini jaksa belum mengajukan berkas persidangan ke Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Proses hukum yang menjerat pejabat Bumi Tegar Beriman itu, rupanya menuai reaksi masyarakat. Salah satunya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Amanah Sejahtera yang mempertanyakan belum adanya penetapan tersangka kepada pemberi uang suap. Penyidik pun baru menetapkan dua tersangka, yakni Irianto dan stafnya di DPKPP berinisial FA. ”Selama ini kita kan belum pernah lihat, belum pernah tahu, siapa yang memberi uang dalam kasus ini. Waktu itu ada pemberi yang ternyata cuma pesuruh, akhirnya statusnya hanya saksi. Pemberinya ini belum terungkap,” kata Ketua Umum LSM Gerakan Amanah Sejahtera, Iqbal, saat ditemui wartawan di bilangan Jalan Edy Yoso, Cibinong, Rabu (15/7). Dalam setiap kasus OTT, sambung dia, seharusnya ada penetapan tersangka terhadap penerima dan pemberi uang suap. Sayangnya yang terjadi saat ini baru penerima uang pelicin kasus perizinan itu yang dicokok. Sedangkan pemberi uang sebatas saksi karena hanya mengantar. Begitu pula dengan keterlibatan salah satu Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Bogor berinisial AB lantaran ditemukan buku tabungan milik yang bersangkutan. ”Belum ada pihak swasta yang kena. Kan OTT, kok nggak ada?” ujarnya. Selain itu, sambung Iqbal, penetapan P21 terhadap berkas kasus OTT ini disebut terlalu prematur plus terlalu buru-buru dilimpahkan kepada korps adhyaksa Kabupaten Bogor. Berkas seharusnya diserahkan saat sudah ada penetapan tersangka, baik penerima suap rasuah maupun si pemberi uang. ”Harusnya ini nggak di-split (dipisah) berkas tersangka penerima dulu yang diserahkan ke kejaksaan. Urgensinya nggak ada, lebih baik agak lambat tapi nggak dipisah-pisah berkasnya. Ini pertanyaan, ada apa? Hanya dua PNS yang dijadikan tersangka. Ini dampaknya nggak baik untuk PNS lainnya. Kami menunggu itu, siapa tersangka dari pihak swastanya,” terangnya. Jika memang ada dugaan PNS lain yang terlibat, tambah dia, seharusnya segera diungkap agar kasus ini terang benderang. Apalagi dalam berkas disebut-sebut ada nama PNS lain yang muncul. ”Kita berharap semua dipanggil, nggak tebang pilih. Penerima dan pemberi uang suap harus ada (jadi tersangka, red),” jelasnya. Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Intelijen (Intel) Kejari Kabupaten Bogor, Juanda, menyebutkan, hingga saat ini berkas perkara kasus suap perizinan RS di Cibungbulang dan hotel di Cisarua itu belum diserahkan kepada PN Tipikor Bandung. ”Belum itu, masih proses,” singkatnya. Sekadar diketahui, Polres Bogor menetapkan status tersangka terhadap dua PNS Pemkab Bogor usai melakukan OTT pada Maret lalu. Sekdis PKPP, Irianto, beserta stafnya, FA, dicokok lantaran kedapatan menerima uang untuk memuluskan sejumlah perizinan. Setelah sempat dikembalikan, penyidik menyerahkan berkas perkara kepada Kejari Kabupaten Bogor pada Juni lalu. Tak lama penetapan P21 dilakukan dan tersangka ditahan 20 hari sejak pemeriksaan tahap kedua awal Juli sebelum dibawa ke PN Tipikor Bandung. Mereka dijerat UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman penjara minimal selama 3 tahun dan maksimal 15 tahun dan denda minimal Rp150 juta dan maksimal Rp750 juta. (ryn/b/mam/py)