METROPOLITAN – Kasus pembangunan kampus dan waterpark milik Yayasan Ashokal Hajar atau lebih dikenal Borcess yang kedapatan bodong alias belum berizin memasuki babak baru. Setelah disegel Satpol PP beberapa pekan lalu, hari ini (16/7) sidang perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) bakal digelar di Pengadilan Negeri (PN) Cibinong. Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang (Kabid) Ketertiban Umum (Tibum) pada Satpol PP Kabupaten Bogor, Ruslan. Setelah disegel, kasus tersebut akan disidang tipiring di PN Cibinong, Kamis (16/7). ”Pada 16 Juli (hari ini, red), disidangtipiringkan. Sekarang masih kita segel, masih disegel dengan Pol PP Line, itu yang kita tindak lanjuti,” katanya kepada Metropolitan. Namun ia belum bisa menjelaskan tentang denda yang akan diterima pelanggaran bangunan bodong ini lantaran tergantung vonis hakim pada persidangan nanti. Tindakan penertiban beberapa waktu lalu pun sesuai Pasal 39 Perda Ketertiban Umum (Tibum), karena membangun tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan bisa dikenakan denda sampai Rp50 juta atau kurungan penjara selama tiga bulan. ”Nanti hakim yang menentukan sanksinya. Keputusan ada di hakim,” ujar Ruslan. Termasuk, sambung dia, pelanggaran pada Perda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), di mana bisa saja bangunan yang sudah ada di lahan basah atau persawahan itu bakal dibongkar atau tidak. Hal itu tergantung keputusan majelis hakim. ”(Soal itu) Kita lihat keputusan hakim nanti,” paparnya. Selain terancam denda tipiring, pembongkaran bisa saja dilakukan karena berada di lahan basah dan bertentangan dengan Perda LP2B serta Perda Nomor 11 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bogor, Wawan Haikal Kurdi, meminta Pemkab Bogor tidak mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terhadap gedung milik Borcess di Kecamatan Rancabungur. ”Itu kan jelas melanggar Perda Tata Ruang dan Perda LP2B. Maka dari itu, tidak ada alasan lagi izin bisa keluar,” katanya. Pemkab Bogor tak mungkin merevisi kedua perda tersebut hanya demi salah satu pemohon. Sebab, hak itu membutuhkan proses panjang dan rumit. ”Tidak ada alasan. Kita tidak mungkin mengubah Perda Tata Ruang dan Perda LP2B. Sangat tidak mungkin. Kalau mau tukar lahan, di mana lahannya,” tanyanya. Terpisah, Kepala Dinas Penanaman Modal, Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dace Supriyadi, menegaskan, sejak awal pihaknya tidak mengeluarkan izin untuk yayasan itu mendirikan bangunan. ”Perizinannya sudah kita tolak, karena tata ruangnya bermasalah, tidak sesuai Perda Tata Ruang. Itu juga lahan basah,” tuturnya. (ryn/c/mam/py)