METROPOLITAN - Revisi Rancangan Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Kota Bogor saat ini memasuki tahap akhir di Pemerintah Pusat. Namun, revisi yang semula dipastikan rampung tahun ini sampai sekarang belum ada kepastian lantaran wabah Covid-19. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappenda) Kota Bogor, Hanafi, mengatakan, revisi ini sedikitnya membahas sejumlah perubahan rancangan dalam kurun waktu lima tahun ke depan, baik dari segi pembangunan maupun peruntukan wilayah Kota Bogor. Saat ini, sambung Hanafi, draf revisi RTRW berada dalam antrean Pemerintah Pusat pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) untuk diberikan kepada Departemen Dalam Negri (Depdagri). Bahkan, semua masukan dan rekomendasi administrasi dari Kementerian ATR selesai dilakukan. Meski begitu, ia tidak bisa memastikan kapan draf revisi RTRW Kota Bogor ini bisa selesai. ”Kalau kapan selesainya semua tergantung Pemerintah Pusat. Kalau dari kita, semua administrasinya sudah selesai. Semoga bisa selesai secepatnya,” kata Hanafi, kemarin. Lambannya proses revisi tersebut ditengarai lantaran wabah Covid-19 yang melanda Tanah Air. ”Saat pembahasan lintas sektor keburu terjadi Covid-19, Kementerian ATR pun tidak berani melanjutkan. Sebab, pembahasan harus dilakukan dengan sejumlah instansi atau lintas sektor di kementerian,” bebernya. Ia menjelaskan, masuknya sejumlah kebijakan dan program dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat juga sebagai alasan kuat disegerakannya revisi penataan Kota Hujan. Selain sebagai harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dan provinsi dengan Kota Bogor, revisi tersebut nantinya bakal mengatur sejumlah peruntukan wilayah di Bogor. Ia tetap berharap revisi draf RTRW bisa selesai tahun ini. ”Urgensi revisi RTRW sebenarnya ada pada sejumlah kebijakan yang harus kita akomodasi. Di antaranya seperti kebijakan pusat, double track Bogor-Sukabumi, Tol Bocimi, LRT. Ada pula proyek Provinsi Jawa Barat serta menyelaraskan visi misi wali kota terpilih terhadap tata ruang,” beber Hanafi. Kendati demikian, ia mengaku belum bisa memastikan kapan RTRW Kota Bogof bisa selesai. Ia masih terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat. ”Harusnya tahun ini selesai, tapi karena Covid-19 semua tertunda. Kita tidak tahu kapan bisa selesai. Semoga tahun ini beres biar bisa dibahas bersama dewan,” harapnya. Menurutnya, revisi RTRW tersebut juga memasukkan klausul transportasi berbasis rel atau Trem di Kota Bogor. Bahkan, Trem masuk dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) perubahan kedua atas (Peraturan Daerah) Perda Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sementara itu, Wali Kota Bogor, Bima Arya, mengatakan, upaya memasukkannya moda transportasi berbasis rel tersebut, selain mengatasi masalah kemacetan, juga agar transportasi di Kota Hujan terintegrasi satu sama lain. ”Kita harus sinergikan Trem dengan transportasi di kita. Apalagi nanti bakal ada LRT ke Kota Bogor dari Jakarta. Jadi, minimal kita siapkan payung hukumnya dulu,” kata Bima. Tidak hanya Trem, konsep transportasi Transit Oriented Development (TOD) di masa mendatang juga menjadi penekanan dilakukan usulan perubahan Raperda perubahan kedua atas Perda Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini. ”Dengan konsep TOD, tentu harus ada penyesuaian transportasi di Kota Bogor yang diatur dalam sebuah regulasi, baik revisi RTRW maupun perda. Selain itu, Trem juga masuk bagian perencanaan Kota Bogor untuk moda transportasi massal jangka panjang. ”Jadi terintegrasi konsepnya dengan Jakarta dan sekitarnya,” ujarnya. Terpisah, Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, mengatakan, Pemkot Bogor baru mengusulkan Raperda perubahan kedua atas Perda Kota Bogor tersebut. Seluruh Fraksi DPRD menerima untuk dibahas dalam pembahasan khusus yang nanti dibentuk Tim Pansus. Sebab, salah satu masalah di Kota Bogor ini terkait kemacetan dan sistem penyelenggaraan lalu lintas angkutan jalan. Atas evaluasi tersebut, DPRD menganggap penting untuk mempelajari Raperda Penyelenggaraan Lalu Lintas tersebut. “Prosesnya masih panjang, akan banyak masukan dari DPRD atau publik untuk menyusun satu sistem transportasi lalu lintas dan angkutan jalan idealnya seperti apa,” singkatnya. (ogi/c/yok/py)