Kota Bogor saat ini berada di zona oranye atau hanya satu level di bawah zona merah dalam penyebaran Covid-19. Jumlah kasus terkonfirmasi positif aktif saat ini 155 orang dan didominasi klaster rumah tangga, imported case dan fasilitas kesehatan/Penginapan Online. DENGAN kondisi saat ini, maka Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor kembali pada posisi siaga, meski tengah berada di masa Pra-Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB). Salah satu sektor yang kini menjadi perhatian adalah sektor pariwisata. Di mana salah satunya tempat menginap, seperti hotel atau homestay. Hal tersebut lantaran hotel atau homestay dikhawatirkan bisa menjadi klaster baru dalam penyebaran Covid-19. Terlebih jelang libur panjang Hari Raya Tahun Baru Islam yang akan jatuh pada Kamis (20/8). ”Kami memang sudah memberikan warning kepada pelaku usaha penginapan agar lebih waspada, terutama jika ada tamu dari luar Kota Bogor,” terang Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bogor, Atep Budiman, Selasa (18/8). Untuk meningkatkan mitigasi penyebaran Covid-19, Atep mengaku sudah menerjunkan tim monitoring yang akan melihat seberapa serius pengelola jasa penginapan dalam menjalankan protokol kesehatan. Kalau tim monitoring mendapati adanya protokol kesehatan yang dilanggar, maka ada sanksi yang akan dikenakan kepada penyedia jasa ini. ”Sanksi yang kami berikan, mulai dari teguran, denda administratif hingga penyegelan yang akan dilakukan Satpol PP. Kami akan bekerja sama dengan Satpol PP untuk menindak ini,” terangnya. Keberadaan homestay di Kota Bogor saat ini semakin menjamur. Terlebih dengan adanya aplikasi menginap berbasis online, pemilik kamar apartemen atau kos-kosan bisa dengan mudah mendaftarkan tempatnya agar bisa terdata di aplikasi penginapan berbasis online. Namun kenyataannya, Pemkot Bogor nampaknya kewalahan dalam mendata homestay di Kota Bogor. ”Tempat penginapan seperti itu kan sulit ya didatanya, karena mereka langsung ke penyedia aplikasi atau melalui OSS. Jadi, kami tidak dilibatkan,” sambungnya. Atep juga menduga ada beberapa homestay yang tak berizin di Kota Bogor. Sebab, berdasarkan pantauan Tim Monitoring di lapangan, Atep menemui ada beberapa rumah yang tiba-tiba menjadi tempat penginapan. Untuk itu, ia bakal menggandeng Satpol PP Kota Bogor guna menyisir homestay tak berizin di Kota Bogor. ”Nanti akan kami sisir bersama Satpol PP. Kalau berdasarkan perhitungan sementara kurang lebih ada 100 lah homestay dan hotel di Kota Bogor,” kata Atep. Terpisah, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim, mengaku tak akan mengubah peraturan PSBB Pra-AKB di Kota Bogor meski saat ini sudah memasuki zona oranye. Sebab berdasarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2020, Pergub Nomor 60 Tahun 2020 dan Perwali Nomor 64 Tahun 2020, kegiatan ekonomi tetap harus dijalankan. Namun dengan diperketatnya protokol kesehatan, salah satunya adalah pemberian sanksi kepada para pelanggar. ”Instruksi presiden jelas, kalau pelonggaran ini harus diisi dengan penegakan peraturan protokol kesehatan,” kata Dedie A Rachim. Ia pun mengimbau PHRI Kota Bogor bersama-sama memantau penegakan protokol kesehatan. ”Ya, saya mengimbau PHRI membantu pemkot dalam melaksanakan protokol kesehatan,” paparnya. Dedie mengakui Pemkot Bogor kesulitan dalam mendata homestay yang tidak tergabung dalam Paguyuban Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor. ”Nanti Disbudpar akan bekerjasama dengan wilayah untuk melakukan pendataan. Ini mulai jadi perhatian kami agar bisa menarik pajak juga kan ini,” kata Dedie. Menjelang libur panjang Tahun Baru Islam yang akan jatuh pada Kamis (20/8), Dedie bakal memantau protokol kesehatan di lokasi penginapan. ”Ya harus tetap dijalankan itu protokol kesehatan, jangan sampai kendor,” pungkasnya. (dil/b/mam/py)