METROPOLITAN - Setelah Dinas Perhubungan (Dishub) membatasi jumlah kendaaran yang melintas di Jalan MA Salmun, kondisi jembatan yang dibangun sejak 1985 itu semakin mengkhawatirkan. Kerusakan pada tiang penyangga jembatan terlihat jelas. Pengamat Konstruksi dari Universitas Ibn Khaldun (UIKA), Purwanto, menilai, rusaknya jembatan MA Salmun dikarenakan adanya amoniak yang muncul dari sampah yang mengalir di bawah jembatan, sehingga selimut beton di bagian bawah jembatan tergerus. ”Jadi, amoniak ini muncul dari sampah dan limbah yang mengalir di sungai di MA Salmun,” terangnya. Kondisi jembatan MA Salmun ini, menurut Purwanto, mirip dengan kejadian di Waduk Jatiluhur. Di mana penyebab utama beton rusak yakni adanya limbah yang mengandung amoniak dan asam tinggi. Selain itu, struktur jembatan yang dibangun di era Suharto ini tidak sesuai kontur wilayah. ”Jadi yang rusak itu kan tiang-tiang di bawahnya. Nah ini rusak akibat adanya tekanan dari bawah tanah yang bergerak. Pemilihan bentuk jembatan yang salah, maka tiang jembatan tidak mampu menahan tekanan, makanya retak lah semuanya,” jelasnya. Purwanto menilai, dengan salahnya pemilihan bentuk jembatan, maka umur jembatan yang seharusnya bisa bertahan hingga 50 tahun, maka hanya bertahan 35 tahun. ”Yang menarik adalah bangunan jembatan saat dibangun oleh Belanda pada 1928 malah masih awet. Saya pikir ini perlu kajian yang lebih mendalam untuk bisa memperbaiki ini,” ungkapnya. Terpisah, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Iwan Suryawan, meminta Pemkot Bogor sesegera mungkin mengajukan permohonan perbaikan jembatan MA Salmun ke Pemprov Jawa Barat, karena KUA-PPAS perubahan belum disahkan. ”Harus segera dilakukan langkah untuk memperkuat kondisi jembatan tersebut. Pemkot harus segera mengajukan permohonan anggaran pembangunan revitalisasi jembatan ini ke pemerintah provinsi. Sebab, KUA PPAS Perubahan APBD 2020 dan Murni 2021 belum disahkan dan masih dalam pembahasan,” ungkapnya. Anggota dari Fraksi PKS di DPRD Provinsi Jawa Barat ini menilai, kondisi cuaca semakin lama semakin tidak bisa diprediksi. Ini seharusnya menjadi perhatian Pemkot Bogor. Jangan sampai saat musim penghujan datang, jembatan yang menjadi sumber perekonomian itu ambruk karena diterjang banjir. ”Sesuai tupoksinya jangan sampai lengah karena cuaca sukar diprediksi. Langkah antisipasi yang cepat dan baik dari pemkot harus diapresiasi dan dibarengi kecepatan langkah perbaikan. Jangan tunggu ambruk,” terangnya. Sebelumnya, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Bogor, Chusnul Rozaqi, mengungkapkan, pihaknya sudah bersurat ke provinsi melalui Bappeda. Namun karena Covid-19, provinsi sampai saat ini masih belum bisa melakukan survei ke lapangan. ”Saat ini kita sedang berkomunikasi dengan provinsi dan sedang menunggu tim survei terkait kegiatan revitalisasi jembatan itu,” ungkapnya. Chusnul sendiri menjelaskan, pihaknya sudah mencoba merevitalisasi jembatan MA Salmun sejak tahun lalu. Namun karena terbatasnya anggaran, maka pihaknya tidak bisa melakukan revitalisasi jembatan yang dibangun pada 1986 itu. ”Memang kita sudah coba meredesain kembali dari tahun lalu, tapi karena terbatas dengan anggaran, kita tidak bisa mengerjakan itu,” katanya. Selain mengajukan ke Pemprov Jabar, rupanya Dinas PUPR Kota Bogor juga mengajukan pembangunan fly over MA Salmun ke Pemerintah Pusat. Untuk itu, ia berharap dua proyek ini bisa dijalankan tahun depan. ”Dengan data yang sudah kami sampaikan, mudah-mudahan bisa dijalankan tahun depan,” tandasnya. (dil/b/mam/py)