METROPOLITAN – Keseriusan kepolisian untuk tidak menerbitkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada para pelajar bogor yang kedapatan mengikuti aksi demonstrasi semakin nyata. Di beberapa kota, seperti Depok, Tangerang dan lainnya, pelajar yang tertangkap saat aksi menjadi list hitam di kepolisian. Namun tidak dengan Kota Bogor yang terlihat santai menyikapi pelajar yang tertangkap. Bahkan, Wali Kota Bogor, Bima Arya, enggan memberikan komentar banyak. Sebab, kebijakan penerbitan SKCK adalah kewenangan kepolisian. ”Itu ranah kepolisian. Kita serahkan sepenuhnya,” kata Bima kepada Metropolitan melalui pesan singkat, Kamis (15/10). Bima mengungkapkan, Pemkot Bogor melalui Satgas Pelajar akan melakukan pembinaan. Bahkan untuk sanksi berupa drop out (DO) atau dikeluarkan dari sekolah bukan merupakan opsi. ”Kalau di DO, kita harus lihat kasusnya, apakah ada kriminal atau tidak. Kita utamakan pembinaan,” jelasnya. Sejauh ini, sambung dia, belum ada satu pun pelajar asal Bogor yang tertangkap atau diketahui mengikuti aksi demonstrasi di Jakarta. Namun sejak 8 Oktober sampai 14 Oktober terdapat 235 pelajar yang terjaring Satgas Pelajar Kota Bogor dan aparat Polresta Bogor Kota yang hendak mengikuti aksi demonstrasi di Jakarta. Para pelajar ini terjaring di Stasiun Kota Bogor. Ketua Satgas Pelajar Kota Bogor, Muhammad Iqbal, menerangkan, 95 persen pelajar yang terjaring berasal dari Kabupaten Bogor. ”Total ada 235 pelajar, pada 8 Oktober ada 112 pelajar yang terjaring dan pada 13 Oktober ada 123 pelajar yang terjaring. Nah, 95 persennya itu asal Kabupaten Bogor,” jelas Iqbal. Berdasarkan data dari Kasat Binmas Polresta Bogor Kota, AKP Komarudin, sebanyak 306 pelajar terdata di Polresta Bogor Kota. Dari seluruh pelajar yang diamankan, semuanya pelajar SMA dan sederajat. ”Dari Kabupaten Bogor ada 301 pelajar dan Kota Bogor ada lima orang,” ungkapnya. Sementara itu, Kasat Intel Polresta Bogor Kota, AKP Rezky, mengaku belum akan menerapkan kebijakan tersebut bagi pelajar Kota Bogor. Sebab, saat ini pihaknya masih melakukan pembinaan kepada para pelajar yang kedapatan terjaring saat hendak mengikuti aksi demonstrasi di Jakarta. ”Kita sementara pembinaan dulu kepada siswa dan orang tua, karena mayoritasnya adalah pelajar dari Kabupaten Bogor. Untuk SKCK mungkin seharusnya dari Kabupaten Bogor ya soalnya domisilinya di sana,” jelas Rezky. Sampai saat ini, Rezky masih berusaha melakukan pencegahan bersama Satgas Pelajar Kota Bogor. Sebab, Disdik Kota dan Kabupaten punya yuridiksi yang berbeda. Terpisah, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menyayangkan munculnya narasi ancaman bagi anak-anak yang melakukan unjuk rasa sulit dapat kerja karena ada catatan di kepolisian. Kalau anak-anak tersebut melakukan unjuk rasa damai dan tidak melakukan tindakan kriminal, maka seharusnya mereka tidak dihambat mendapatkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) atau sering disebut dengan istilah surat kelakuan baik. Apalagi banyak di antaranya belum sempat berunjuk rasa tapi sudah diamankan kepolisian. Anak-anak tersebut tidak melakukan tindakan pidana, hak mereka mendapatkan SKCK kelak tidak boleh dihambat kepolisian. Anak-anak yang tidak melakukan perbuatan pidana, tidak boleh mendapatkan catatan kriminal karena alasan mereka pernah ikut berpendapat dalam suatu aksi demo. “Usia yang masih anak-anak, memang mudah diprovokasi ikut demo oleh kelompoknya sebagai bentuk solidaritas. Mereka kerap tidak mengerti bahaya, namun mereka tak memiliki niat jahat untuk berbuat onar, hanya ikut-ikutan. Oleh karena itu, mereka seharusnya tidak dicatat telah berbuat kriminal. Mereka bahkan diamankan kepolisian sebelum tiba di lokasi demo yang dituju,” ungkap Retno. (dil/b/mam/py)