METROPOLITAN - Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Bogor, Amsohi, angkat suara soal rencana pelaksanaan pembelajaran secara tatap muka pada tahun ajaran 2021. Menurutnya, pelaksanaan pembelajaran tatap muka memang diperlukan bagi peserta. Meski begitu, keselamatan siswa dan guru mesti diperhatikan jika pembelajaran tatap muka dilakukan. ”Tapi tetap yang harus kita prioritaskan adalah keselamatan siswa. Memang ini bukan model terbaik, tapi mungkin ini bisa kita lakukan bertahap,” katanya, Senin (23/11). Peralihan dari pembelajaran daring ke tatap dinilai perlu penyesuaian dan persiapan khusus. Sebab, pembelajaran tatap muka bakal berbeda dengan sebelumnya. Pembelajaran tatap muka ini secara umum akan memberatkan tenaga pendidik. Sebab, dalam satu rombongan belajar tak boleh dilakukan lebih dari 18 siswa. Artinya, jika semula pada satuan pendidikan dalam satu rombongan belajar berjumlah 30 hingga 40 siswa, maka proses pembelajaran harus dilakukan dengan sistem bergantian. ”Artinya yang seharusnya guru mengajar satu kelas, meski dibagi dua menjadi dua kelas. Ini adalah konsekuensi yang mesti kita terima, saat pembelajaran tatap muka,” ujarnya. Pada proses pembelajaran tatap muka nanti bakal menjadi ujian terberat bagi profesionalisme seorang pendidik. Sebab, mereka bakal dibebankan dengan tugas berat. ”Belum lagi kalau orang tua tidak mengizinkan anaknya belajar tatap muka. Ini akan menjadi tantangan dan tuntutan profesi seorang guru dalam mengajar,” katanya. Tak hanya itu, fasilitas ruang kelas di sekolah dipastikan bakal menjadi hambatan proses pembelajaran secara tatap muka. Sebab, setiap sekolah harus menambah ruang belajar. ”Semua pihak, baik dinas dan satuan pendidikan, harus mencari solusi terbaik. Termasuk honor tambahan bagi guru sebagai bentuk apresiasi karena mereka bekerja dua kali lipat dari biasanya,” bebernya. Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Bogor, Muad Khalim, ikut angkat suara soal rencana Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) RI. Ia mengaku setuju kebijakan tersebut dilakukan, karena selama pandemi Covid-19 banyak orang tua dan anaknya jenuh menunggu kepastian KBM tatap muka di sekolah. Tak hanya itu, pembelajaran daring juga dinilai kurang efektif lantaran sejumlah siswa masih terkendala sarana dan kuota. ”Saat ini siswa dan orang tua mulai jenuh. Tingkat penyerapan materi pelajaran (daring) mayoritas kurang maksimal,” ujarnya, Senin (23/11). Meski begitu, Muad menegaskan jika rencana KBM tatap muka dilakukan, maka Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor harus memenuhi enam persyaratan yang diberikan Kemendikbud. Kalau tidak, politisi PDIP itu menyarankan Pemda Kabupaten Bogor atau Dinas Pendidikan tidak memaksakan kehendak. ”Saya setuju dengan enam syarat yang sudah ditentukan Mendikbud. Kalau tidak, jangan juga dipaksakan untuk belajar tatap muka karena kesehatan tetap menjadi prioritas. Kita juga sayang sama anak-anak, kondisi Covid-19 takut menjadi masalah baru di klaster sekolah,” tegas Muad. (ogi/c/mam/py)