METROPOLITAN - Sepekan sudah Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) meminta hasil audit keuangan, namun belum juga diberikan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Bahkan, Wali Kota Bogor, Bima Arya, menanggapi santai permohonan legislatif tersebut. ”Tidak ada masalah, kita akan penuhi semua hal yang dibutuhkan. Saat ini pak wakil yang fokus di situ koordinasi bersama dewan untuk bicarakan solusi bagi PDJT. Kalau diperlukan audit dan sebagainya saya kira sudah ada semua, nggak masalah,” terang Bima, Senin (23/11). Bima melanjutkan, kondisi PDJT saat ia pertama kali menjabat sebagai wali kota Bogor pada 2014 sudah hancur. Di mana sektor pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Untuk itu, Bima mengaku sempat membentuk tim penyelamatan PDJT pada 2017 yang dipimpin Sekda Ade Syarif Hidayat. ”Tapi kemudian ternyata terlalu berat, karena utang-utang kewajiban terhadap karyawan besar. Sedangkan tidak mungkin dianggarkan lewat PMP, nggak mungkin. Makanya dicari kerja sama dengan pihak lain. Makanya sekarang konteksnya masih seperti itu, harus berubah menjadi Perumda,” ungkap Bima. Untuk itu, Bima sendiri mengaku tidak akan mengambil opsi mempailitkan PDJT. Sebab, ia membeberkan sudah ada investor yang ingin berinvestasi di PDJT jika sudah berubah menjadi Perumda. ”Sebetulnya dari beberapa tahun lalu juga sudah ada. Tetapi sekarang kondisinya berbeda. Sekarang kan lebih sulit. Tapi kita akan tetap usahakan itu,” terangnya. Menanggapi kekisruhan antara pemkot dengan DPRD, Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, menilai kondisi PDJT saat ini membuat pansus akan bekerja lebih berat. ”Kira berharap PDJT ini tak perlu lagi ada suntikan modal. Tapi perlu ada perombakan SDM dan penambahan infrastruktur,” ungkapnya. Kemungkinan mempailitkan PDJT pun, menurut Atang, terbuka lebar. Sebab, utang yang sudah menumpuk dan ketidakjelasan manajemen menjadi penyebab utamanya. Namun opsi seperti membuat kesepakatan antara Pemkot dengan DPRD, membuat PDJT harus bisa bertahan dalam beberapa tahun ke depan dengan berbagai bantuan terbuka lebar. ”Hanya saja, kalau itu gagal, lagi-lagi kita harus pailitkan dan membuat atau menggandeng perusahaan baru yang lebih sehat,” ungkapnya. Sebelumnya, kini panitia khusus (pansus) sedikit demi sedikit mulai membuka tabir soal sengkarut permasalahan di perusahaan berpelat merah tersebut. Salah satunya soal aset yang nilai ekonomisnya turun drastis. Anggota Pansus PDJT, Muhammad Restu Kusuma, mengatakan, berdasarkan data yang disampaikan Pemkot Bogor terkait nilai aset PDJT rupanya tidak masuk akal. Dari modal dasar yang sudah diberikan pemkot sebesar Rp35 miliar, kini nilai aset perusahaan pelat merah itu tinggal Rp575 juta. ”Dari PMP yang sudah diberikan, masa asetnya cuma Rp575 juta. Itu pun belum diaudit pada 2019. Ini jelas tidak masuk akal,” kata Restu kepada Metropolitan, Minggu (22/11). Kondisi 40 bus bantuan yang sudah diberikan sejak 2006 ini juga menjadi pertanyaan. Di mana pada 2006 sebanyak 10 bus bantuan kondisinya rusak berat dan dalam proses penghapusan. Lalu, 20 bus bantuan pada 2008, 14 di antaranya rusak berat dan perlu penghapusan. Sedangkan enam lainnya perlu perbaikan. ”Lalu, 10 bus yang diberikan pada 2017 masa sampai saat ini belum diserahkan kepada PDJT. Ini kan berarti ngawur,” bebernya. Maka dari itu, Restu lagi-lagi mengingatkan kepada pemkot untuk segera menyerahkan hasil audit kepada DPRD agar pembahasan Raperda PDJT bisa dilanjut. ”Kami bukannya nggak mau menyehatkan PDJT. Tapi kami mau menyehatkan perusahaan yang kondisi penyakitnya jelas. Jangan meminta kami untuk menyembuhkan boneka mati,” ungkapnya. Menanggapi keinginan DPRD, Pejabat Sementara (Pjs) Dewan Pengawas PDJT, Agus Suprapto, menilai bahwa ada prinsip mendasar pengajuan perda ini karena ada amanat dari undang-undang. ”Jadi, ini kan Perda Penyelenggaraan, pegangan untuk menjalankan perumda. Jika kemudian akan membahas PMP dan lain-lainnya ya nanti di perda terpisah,” katanya.(dil/b/mam/py) meng