Bagi sebagian orang, ketika mendengar kata petilasan, pasti terpikir kuburan atau makam yangmencekam dan membuat bulu kuduk berdiri. Namun semua itu tak pernah terlintas dalam benak Sandra (44), juru pelihara makam Raden Saleh di Jalan Pahlawan, Kecamatan Bogor Selatan. SEORANG ibu dua anak ini merupakan generasi ketiga dari keluarga penjaga makam Raden Saleh. Sandra menjadi juru pelihara baru dua tahun belakangan ini. Menggantikan pamannya Isun Sunarya yang sudah menjaga makam Raden Saleh sejak 1992 hingga 2018. Sandra menceritakan, makam Raden Saleh pertama kali ditemukan kakeknya bernama Adung pada 1923. Saat itu, kakeknya yang bekerja sebagai jaksa di Kota Bogor memang memiliki hobi berkebun. Ketika tengah membersihkan kebun di depan rumahnya, sang kakek kaget ketika menemukan dua gundukan tanah dengan nisan di setiap ujungnya yang bertuliskan Raden Saleh. ”Sejak menemukan makam itu, kakek langsung mendapatkan mimpi, minta dijagain. Ya sudah dijagain lah sama dia, sampe dia sakit dan meninggal pada 1992 dan dilanjutkan paman saya,” ujar Sandra. Sandra sendiri tidak pernah terpikirkan akan menjadi juru pelihara, meneruskan jejak kakeknya. Meski awalnya sempat menolak. Tetapi, hati nurani Sandra berkata lain. Tepat dua tahun lalu, ia mengajukan diri untuk menjadi juru pelihara makam Raden Saleh kepada pamannya. ”Sempat tunjuk-tunjukkan di keluarga. Akhirnya saya mengajukan diri saja untuk menjadi juru pelihara,” jelasnya. Meski tinggal berseberangan dengan makam yang tiap hari didatangi peziarah. Sandra, mengaku tidak pernah mengalami hal-hal mistis atau ghaib. Sebab, ia sudah bertekad kepada dirinya sendiri dan meminta kepada siapapun yang ada di makam agar tidak mengganggu dirinya dan keluarganya. ”Pas awal-awal saya ngomong sendiri. Jangan ganggu saya dan keluarga. Ya Alhamdulillah sampai sekarang gak ada kejadian yang aneh-aneh,” ungkapnya. Tak hanya itu, Sandra sendiri juga mengaku memang sudah memiliki keterikatan dengan makam Raden Saleh. Sebab, diarea makam yang sempat dipugar oleh Soekarno pada 1953 ini, merupakan arena bermain baginya dan teman-temannya semasa kecil dulu.Kini, sebagai juru pelihara, Sandra mengaku bahagia dan tidak pernah merasa kekurangan. Untuk melakukan pemeliharaan makam, ia selalu mendapatkan bantuan, baik dari warga, karang taruna dan pihak kelurahan. ”Meski cuma dibayar Rp600 ribu per bulan oleh pemerintah, Alhamdulillah saya senang. Karena wasiat kakek juga, untuk menjadi juru pelihara harus ikhlas dan ridho,” ujarnya. Kini, Sandra tengah menanti wacana dilakukannya revitalisasi makam Raden Saleh. Menurutnya, makam Raden Saleh memang sudah perlu adanya sentuhan baru. Sebab, terakhir kali makam Raden Saleh direvitalisasi yaitu pada tahun 2008, dimana pada tahun tersebut dibuatkan sebuah bale yang berisikan sejarah yang menceritakan Raden Saleh. ”Terakhir dipugar 2008, itu dibuatkan bangunan seperti bale yang menunjukkan repro dari Raden Saleh,” ungkap Sandra.Sedangkan untuk perawatan rutin, ia mengaku mendapatkan bantuan dari para dermawan dan pihak kelurahan. Seperti yang ia lakukan pada Agustus silam, dimana ia melakukan pengecatan pada monumen makam Raden Saleh yang dibuat pada zaman Presiden Sukarno, tepatnya pada 1953. ”Terakhir sih Agustus cuma ngecat ulang aja, itu dibantu sama karang taruna sini, sama pak lurah dan Alhamdulillah lah masih bisa menjaga,” ujarnya. Ia pun berharap dengan adanya wacana revitalisasi ini, keberadaan makam Raden Saleh bisa menunjukkan eksistensinya sebagai cagar budaya dan situs bersejarah.(dil/b/mam/py)