METROPOLITAN – Pencemaran limbah yang dilakukan PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) berbuntut panjang. Usai digeruduk warga dan diancam akan ditutup bupati Bogor, kini giliran Komisi III DPRD Kabupaten Bogor yang melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pabrik pengelolaan limbah tersebut. Dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bogor Aan Triana Al Muharom, pihak PT PPLI dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang turut hadir dalam sidak itu dicecar beberapa pertanyaan oleh jajaran legislatif Kabupaten Bogor. Informasi yang disampaikan pihak PT PPLI, DLH, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) serta Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor, PT PPLI berdiri di atas lahan seluas 43,2 hektare yang merupakan aset pemerintah dengan alas hak, hak pakai. Tak hanya itu, saham yang dipegang pemerintah Indonesia atas perusahaan yang merupakan investasi dari luar negeri ini ternyata hanya lima persen. Sehingga perlu adanya kajian lebih komprehensif terkait keberadaan pabrik PT PPLI ini, bukan sekadar terkait kejadian kebocoran limbah yang terjadi pada Jumat (19/3). ”Jadi ada Pemilik Modal Asing (PMA) yang menguasai 95 persen, 5 persennya lokal. Makanya saya tadi ingin perizinan untuk coba mempelajari sejarahnya seperti apa. Kita bangga dengan investasi yang ada, tapi kalau memang sesuai aturan ya tidak ada persoalan. Cuma ada keanehan di sini, makanya kita minta ada kajian lagi,” kata Aan. Tak hanya itu, dalam rapat yang turut dihadiri Kepala Desa Nambo, Nanang, diketahui hubungan antara warga Nambo dengan PT PPLI tidak terlalu baik. Karena saat terjadi kebocoran limbah hasil pengolahan bubuk kimia yang merupakan produk reject, pihak Desa Nambo membuka posko penanggulangan sendiri tanpa adanya bantuan dari perusahaan. Sehingga Aan berharap ke depannya, pihak PT PPLI mau menjalin sinergitas dengan warga. Tidak hanya di RT yang berada di sekitar pabrik, tapi juga bagi seluruh warga di Desa Nambo. Karena saat kejadian kebocoran limbah, warga yang merasakan dampaknya se-Desa Nambo. ”Harapan saya ke depan ini ada sinergi yang baik antara perusahaan dengan warga sekitar yang diwakili kepala desa,” ujarnya. Jika membahas terkait investigasi yang dilakukan DLH Kabupaten Bogor bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Aan menilai pihak DLH Kabupaten Bogor lepas tangan dan tidak bertanggung jawab atas amanat harus melakukan investigasi. Sebab, saat ditagih hasil investigasi oleh Aan, pihak DLH malah menjawab dengan mengatakan tengah menunggu hasil investigasi yang dilakukan pihak PT PPLI sendiri. ”Harusnya kan DLH yang turun langsung ke lapangan untuk mengecek. Jadi tidak diserahkan ke pihak PT PPLI. Ini kan PT PPLI punya. Yang pasti kami ingin hasil investigasi itu secepatnya kita terima sehingga kita tahu persoalannya apa,” paparnya. Di lokasi yang sama, Kasi Pengelolaan B3 dan Limbah B3 pada DLH Kabupaten Bogor, Jopie Hermawan, mengungkapkan, berdasarkan hasil investigasi sementara ini, kebocoran limbah diakibatkan adanya kesalahan dalam proses stabilisasi pit yang tengah memproses pencampuran antara limbah bubuk dengan bahan kimia yang digunakan untuk memproses limbah. Sehingga produksi uap berlebih terjadi yang menyebabkan bau menyengat tersebar ke wilayah luar pabrik. ”Itu terjadi post major atau kelalaian atau apa pun itu mereka sudah ada SOP langsung di-close. Cuma ibaratnya kalau sudah keluar rumah, dikunci, yang di luar sudah beredar ya,” kata Yopie. Perihal apakah ada kesalahan dalam proses penetralan limbah B3 tersebut, Yopie mengaku harus menunggu hasil kajian dari pihak PT PPLI sendiri. Sebab, ia berkilah pihak PT PPLI berada di bawah pengawasan KLHK langsung. ”Untuk lebih jelasnya sumbernya dari mana, itu kewenangan KLH ya. Karena semua perizinan PT PPLI memang KLH. Makanya tadi disampaikan dalam rapat kalau kita hanya pendampingan. Cuma kalau sudah berdampak ke masyarakat, ya kewajiban kita. Tapi kalau secara teknis ini semua diawasinya oleh KLHK,” tuturnya. Terpisah, Public Relation (PR) Manager PT PPLI, Arum Tri Pusposari, secara tegas menampik isu yang tersiar bahwa sempat terjadi ledakan dan membuat wilayah Desa Nambo tertutup asap karena adanya kebakaran adalah kabar bohong. Ia menerangkan, insiden yang terjadi pada Jumat (19/3) itu dikarenakan adanya reaksi dari proses pengolahan limbah B3 yang berlebih. Sehingga memunculkan uap berlebih dan bau menyengat. ”Memang untuk pengolahan limbah itu pasti akan bau. Tapi kemarin lebih tajam dari biasanya. Nah, itu yang diinvestigasi kenapa,” jelasnya. Soal mulai mendekatnya timbunan limbah ke pemukiman warga, Arum sendiri mengaku tak bisa memberikan jawaban. Sebab, tanah yang ada di bawah pabrik PT PPLI ini memang milik pemerintah. ”Seperti yang disampaikan tadi di dalam, tanah ini milik pemerintah. Jadi, pemerintah yang memilih kenapa tanah ini digunakan sebagai area pengelolaan limbah B3. Jadi berarti sudah ada asesmen dulu apakah tanah ini cocok untuk pengolahan B3. Mengenai warga yang tinggal berdekatan bukan kapasitas saya untuk menjawab,” bebernya. Terakhir, Arum menyampaikan permohonan maafnya kepada masyarakat Kabupaten Bogor yang terdampak atas insiden beberapa hari lalu. Ia mengaku akan menggelar pertemuan dengan warga terdampak untuk menyelesaikan masalah ini agar tidak berlarut-larut. ”Terus terang kami minta maaf atas ketidaknyamanannya. Lalu kita akan komunikasi dengan warga,” pungkasnya.(dil/c/mam/py)