Senin, 22 Desember 2025

514 Siswa Putus Sekolah, Dewan Pendidikan Kota Bogor Keluarkan Rekomendasi ke Disdik

- Jumat, 26 Maret 2021 | 11:45 WIB

Menyikapi angka putus sekolah yang masih tinggi di Kota Bogor, Dewan Pendidikan Kota Bogor mengajukan beberapa langkah rekomendasi terhadap Dinas Pendidikan (Disdik) dan elemen terkait. Yakni dengan membuat pemetaan mengenai masalah yang terjadi di lapangan terhadap anak-anak yang mengalami putus sekolah. KETUA Dewan Pendidikan Kota Bogor, Deddy D Karya­di, mengatakan, dalam me­nangani angka putus sekolah diperlukan langkah-langkah yang sistematis, integratif dan koordinatif. Ditambah koor­dinasi bersama pemerintahan di tingkat kecamatan, kelu­rahan bahkan RT/RW. “Pemetaan dulu masalah di lapangan apa, dipetakan dengan data. Kerja sama dengan kelurahan, Dinas Ke­pendudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), Dinas Sosial (Dinsos), nanti kan ketahuan masalahnya apa. Baru dicari formula jalan kelu­arnya apa,” kata Deddy, Kamis (25/3). Selain merekomendasikan Disdik Kota Bogor untuk ber­koordinasi dengan dinas dan elemen terkait, Deddy me­nyarankan Disdik agar mela­kukan mapping atau penda­taan. Di mana dari penda­taan tersebut bisa ditemukan wilayah mana yang tinggi angka putus sekolahnya. Tak hanya itu, penyebab mengapa anak-anak tersebut mengalami putus sekolah juga penting untuk didata. Dia menjelaskan beberapa alasan yang diungkapkan orang tua siswa bukan karena tidak mampu menyekolahkan, juga bukan karena kurangnya sekolah yang tersedia. “Tapi ada anak-anak yang ikut bantu kerja, bantu usaha orang tuanya. Ada juga yang orang tuanya menganggap anaknya cukup bisa baca tulis, selesai,” ujarnya. Deddy menambahkan, pada kasus putus sekolah di tingkah menengah, Dewan Pendidikan melihat adanya korelasi dengan masih sedi­kitnya jumlah SMP negeri di Kota Bogor. Diketahui, jumlah SMP negeri di Kota Bogor ada sebanyak 20 sekolah. Namun, jumlah tersebut tidak seban­ding dengan jumlah SD ne­geri yang jumlahnya menca­pai angka sekitar 200 sekolah. Dengan minimnya jumlah SMP negeri, Deddy menga­takan hal tersebut menyebab­kan terjadinya ‘bottle neck’. Ditambah lagi tidak seluruh area di Kota Bogor terdapat SMP negeri yang biayanya terjangkau yang diutamakan untuk warga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. “Iya itu sangat besar kemun­gkinannya kalau angka putus sekolah di tingkat SMP, kor­elasi dengan jumlah SMP negeri tidak berimbang. Jadi penanganannya kalau yang masalah itu tentunya Disdik harus segera membuat road­map ke depan, penambahan sekolah daya tampung seko­lah penambahannya berapa per-tahun,” jelasnya. Oleh karena itu, lanjut dia, lebih baik Disdik Kota Bogor bekerja sama dengan Orga­nisasi Perangkat Daerah (OPD) yang bersifat koordinatif. Ter­masuk meminta wali kota dan wakil wali kota Bogor menunjuk sebuah tim. “Timnya kan nanti bisa di bawah asisten atau di bawah yang sifatnya koordinatif. Jadi, lintas dinasnya enak ka­lau sudah ada perintah dari wali kota dan wakil wali kota),” tuturnya. Penanganan angka putus sekolah ini merupakan arahan Wali Kota Bogor, Bima Arya, yang sempat disampaikan saat rapat bersama Dewan Pen­didikan beberapa waktu lalu. Bima menekankan seluruh pihak, mulai dari Dewan Pen­didikan, Disdik Kota Bogor dan pihak terkait untuk ber­fokus pada peningkatan angka lama sekolah. Termasuk fenomena putus sekolah, yang sebaiknya ditangani dengan tidak hanya mengandalkan data tertulis. “Fenomena putus sekolah merupakan masalah yang harus segera diselesaikan melalui kolaborasi seluruh pihak. Jemput bola, tidak ha­nya mengandalkan data ter­tulis,” kata Bima. Menurutnya, fenomena pu­tus sekolah harus menjadi perhatian seluruh pihak. Se­bab, hal tersebut terkait kua­litas lembaga paling dasar. “Fenomena putus sekolah harus menjadi perhatian seluruh pihak, karena meli­batkan banyak hal terkait kualitas lembaga paling dasar dari masyarakat, keluarga,” tuturnya. Terpisah, Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bo­gor, Dani Rahadian, mema­parkan, sejak Oktober 2020 hingga saat ini Disdik Kota Bogor mencatat ada 514 kasus putus sekolah. Ia pun me­rinci angka putus sekolah paling tinggi berada pada tingkat SMP sederajat, yakni sebanyak 236. Sementara angka putus sekolah pada tingkat SD sederajat mencapai angka 178 kasus dan 100 ka­sus pada tingkat SMA sede­rajat. “Dari enam kecamatan se-Kota Bogor, angka putus se­kolah paling tinggi terjadi di Kecamatan Bogor Selatan, yaitu di angka 170 kasus. Dengan 72 kasus di tingkat SD, 87 kasus di tingkat SMP, dan 11 kasus di tingkat SMA,” paparnya. Sementara itu, Kecamatan Tanahsareal menduduki pe­ringkat kedua dengan total 107 kasus putus sekolah. Dilanjut Kecamatan Bogor Barat seba­nyak 99 kasus, Kecamatan Bogor Tengah dengan 70 ka­sus dan Kecamatan Bogor Utara sebanyak 55 kasus. “Angka putus sekolah paling sedikit di Kecamatan Bogor Timur, sebanyak 13 kasus,” pungkasnya.(dil/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X