Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor rupanya masih lemah dalam sertifikasi aset. Dari 4.158 aset milik pemkot yang tersebar seantero Kota Bogor, baru 658 bidang yang memiliki sertifikat. Hal itu pun memancing reaksi Sekretaris Komisi I DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya. Sebab, memicu indikasi banyaknya aset negara di wilayah hukum Pemkot Bogor yang lepas tanpa syarat dan tanpa disadari menjadi kerugian besar bagi pemkot dan masyarakat Kota Bogor. DENGAN lantang, Atty meminta pemkot berusaha dan berupaya mengembalikan aset kota sebagaimana mestinya. “Saya minta Pemkot Bogor mengusut tuntas dan mengembalikan aset Kota Bogor pada tempat yang semestinya sebagai aset berharga milik pemkot,” katanya, Rabu (31/3). Atty menilai banyaknya oknum mafia tanah yang merugikan dan menguap mengakibatkan hilangnya aset milik pemerintah. “Seharusnya ada semangat yang sama untuk menjaga aset-aset berharga, khususnya di Kota Bogor,” katanya. Menurutnya, pemkot terlalu lengah untuk mengurus soal tersebut. Di mana aset Kota Bogor tidak diurus secara tuntas dan dilegalkan menjadi daftar aset pemkot. Hal ini menjadi pertanyaan apa tugas dan kerja bagian aset pemkot selama ini. “Banyak aset-aset Bogor yang digugat dan kalah itu besar. Atau kata lainnya, hanya sebagian kecil dimenangkan pemkot. Ini menjadi perhatian serius kepala daerah dan mempertanyakan keberaniannya menjaga aset pemkot sebagai aset rakyat,” bebernya. Kepala daerah seperti Wali Kota Bogor, Bima Arya, seharusnya bisa membuktikan dalam melawan oknum mafia tanah. Ia mencontohkan kasus di mana pemkot tidak punya keberanian mencabut Hak Guna Bangunan (HGB) dari salah satu PT yang menguasai tanah di Pasar Induk TU Kemang, Tanahsareal. “Di mana dalam MoU-nya jelas tidak dipatuhi,” terangnya. Hal ini menjadi kerugian atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor dan ia mendapat informasi bahwa ada tanah milik negara di lokasi tersebut, aset pemkot dalam bentuk HPL dilepas tanpa syarat kepada salah satu PT di wilayah Kelurahan Menteng, Bogor Barat. “Sangat tidak rasional jika pelepasan HPL tanpa ada MoU. Sementara masyarakat Kota Bogor dalam wilayah pemukiman miskin dan kumuh masih banyak yang menyewa ke pemkot. Jika dilepas menjadi tanah milik dengan proses waktu puluhan tahun, untuk melepasnya terjadi transaksi jual beli dan adanya pajak BPHTB yang dikenakan pada masyarakat,” beber anggota Fraksi PDI Perjuangan itu. “Jika tanah pemkot diserahkan pada cukong yang punya pohon uang malah terindikasi gratis,” sambungnya. Melihat fakta di lapangan, ia menilai Pemkot Bogor lebih pro kepada ‘cukong’ dan tuan tanah dibanding pro pada masyarakat miskin yang memiliki identitas atau domisili setempat. Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Aset pada Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kota Bogor, Dheri Wiriadirama pernah mengungkapkan bahwa dari 4.158 aset Pemkot Bogor berupa bidang tanah, jalan dan bidang selain jalan, rupanya baru 658 bidang tanah yang tersertifikasi sampai akhir 2020. “Jadi yang belum tersertifikasi ada 3.500 bidang yang tersertifikasi,” katanya. Masih banyaknya aset yang belum tersertifikasi, sambung dia, lantaran target sertifikasi aset belum banyak terealisasi dalam beberapa tahun belakangan. Memang dengan adanya program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), Dheri mengaku hal itu membantu pemkot dalam hal sertifikasi aset. Hanya saja ia belum bisa menjawab saat ditanya berapa target aset yang akan disertifikasi tahun ini. ”Iya dulu target pensertifikatan belum terlalu banyak. Sekarang kita banyak terbantu setelah ada program PTSL,” tuntasnya. (ryn/mam/py)