Setengah tahun tidak ada kepastian soal pencairan insentif untuk tenaga kesehatan (nakes) dari pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor membawa angin segar untuk pejuang kesehatan dengan adanya usulan insentif dari wakil rakyat. SEJAK awal pandemi Covid-19, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor tidak mengalokasikan anggaran insentif nakes pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor dan hanya bertumpu pada alokasi pemerintah pusat. Kondisi ini yang memaksa DPRD Kota Bogor berinisiatif mengusulkan agar anggaran tersebut diplot dalam APBD. Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, mengungkapkan, terdapat beberapa pos anggaran yang bisa dialokasikan untuk digunakan dalam pos anggaran dana insentif bagi nakes. Di antaranya pos anggaran PCR test sebesar Rp22 miliar dan pos anggaran vaksin Rp8,6 miliar. “Tidak akan termanfaatkan anggaran tersebut, bisa dialihkan untuk insentif nakes melalui mekanisme pergeseran atau mekanisme lain yang diperbolehkan. Melalui perubahan anggaran,” katanya saat ditemui di kantor DPD PKS, Kamis (8/4). Agar insentif ini tepat sasaran, Atang mengaku saat ini tengah meminta data total nakes di Kota Bogor ke Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor. Tak hanya itu, besaran insentif juga akan dirumuskan bersama Komisi IV DPRD Kota Bogor agar sesuai anggaran yang ada dan jumlah nakes yang ada. Jika mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/278/2020, pembagian insentif dibagi empat kategori. Di antaranya dokter spesialis Rp15 juta, dokter umum dan gigi Rp10 juta, bidan dan perawat Rp7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp5 juta. Namun sejak Oktober 2020, insentif untuk nakes di rumah sakit belum juga cair. Salah seorang perawat dari RS Medika Dramaga, Muhammad Nurdin, mengaku belum mendapatkan dana insentif sejak Oktober. ”Insentif belum turun semua, Oktober sampai saat ini belum,” ungkapnya. Sebagai perawat yang bersentuhan dengan pasien positif Covid-19, Nurdin mengaku selalu diselimuti rasa takut terpapar virus yang belum ditemukan obatnya ini. Bahkan, awal pandemi, selama tiga bulan ia tidak pernah pulang ke rumah dan harus menjauh dari sang istri untuk menjaga keluarganya agar tidak terpapar. Tak sedikit juga rekan-rekan seperjuangannya yang berguguran selama setahun pandemi terjadi. ”Teman-teman (perawat, red) banyak yang tumbang, sahabat saya sampai dirawat bahkan sampai kena ICU dan hampir meninggal. Bahkan, sampai saat ini saya masih takut kalau pulang ke rumah. Bukannya apa-apa, takut nularin ke istri dan keluarga,” ujarnya. Menyikapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor, Sri Nowo Retno, mengakui adanya keterlambatan pencairan dari pusat. Namun, Sri tidak menjelaskan alasannya. Ia hanya mengakui jika selama ini Pemkot Bogor tidak menganggarkan insentif nakes melalui APBD Kota Bogor dengan pertimbangan defisit anggaran. “Kami belum bisa mengajukan anggaran insentif untuk nakes yang bertugas di puskesmas Kota Bogor ke pemerintah pusat. Untuk nakes yang bertugas di rumah sakit belum dibayarkan. Dari data Dinkes Kota Bogor, nakes puskesmas tercatat 953 orang,” ujarnya. Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie Rachim, merespons baik usulan DPRD Kota Bogor kaitan insentif nakes ini. ”Bisa saja kalau disetujui dan anggarannya cukup harus kita berikan,” pungkasnya. (dil/c/feb/py)