Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ) menjadi satu-satunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang memberikan deviden alias pembagian laba pada 2020 yang tak lebih dari 50 persen target yang ditetapkan. Di mana berdasarkan catatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor, perusahaan pelat merah pimpinan dirut Muzakkir itu hanya memberikan deviden sebesar Rp175 juta atau 14,71 persen dari target Rp1,1 miliar. SEKRETARIS Komisi II DPRD Kota Bogor, Lusiana Nurissiyadah, memiliki beberapa catatan yang harus segera diperbaiki jajaran direksi bos pasar. Lusi mengungkapkan, untuk meningkatkan laba atau keuntungan, maka pengelolaan pasar harus segera diubah. Mulai dari sistem pembayaran iuran kios dengan sistem digital. “Jadi, pembayaran dengan cara digital kan meminimalisasi adanya kebocoran pendapatan yang menurut saya ini sangat vital,” katanya kepada Metropolitan, Kamis (15/4). Politisi PKB ini pun meminta jajaran bos pasar segera mengoptimalkan keberadaan kios-kios yang masih kosong di pasar-pasar. Lusi mencontohkan di Pasar Bogor, di mana masih banyak kios yang kosong dan program relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Lawangsaketeng juga dinilai tidak maksimal. “Jadi, kios-kios yang idle (kosong, red) saya harap sih bisa segera diisi bagaimanapun caranya. Karena itu kan salah satu sumber pendapatannya, jadi saya rasa itu dulu harus dimaksimalkan,” terangnya. Menanggapi hal tersebut, Direktur Umum Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ), Jenal Abidin, mengungkapkan, minimnya deviden yang diberikan perusahaannya karena masih adanya kewajiban bagi perusahaannya membayarkan utang pajak. “Salah satu kenapa kita belum optimal, kita masih mencicil lantaran banyak utang pajak,” ungkap Jenal kepada Metropolitan, Kamis (15/4). Jenal membeberkan, pembayaran utang pajak dilakukan setiap bulan dengan nominal Rp100 hingga Rp150 juta. , ia belum bisa menjawab ketika ditanya berapa beban utang yang harus dilunasi Perumda PPJ dan berapa lama waktu yang dibutuhkan Perumda PPJ untuk bisa beroperasi dalam kondisi normal. “Kita nanti akan hitung dulu tepatnya berapa. Tapi yang jelas, kita masih mencicil utang setiap bulan. Kita setiap bulan bayar. Kadang kita bayar di angka Rp150 juta, ya Rp100 sampai Rp150 juta lah kita bayar utang pajak. Itu kan utang dari lama,” ujarnya. Terkait deviden yang diberikan Perumda PPJ kepada Pemkot Bogor, Jenal mengatakan, pihaknya tengah mencoba merangkak naik dari keterpurukan. Di mana pada 2018 pihaknya masih mengalami minus pendapatan. Namun, ia mengatakan pada 2019 dan 2020 pihaknya sudah bisa mengantongi keuntungan, bahkan peningkatan. “Sebenarnya pada 2018 perusahaan ini masih rugi, tapi itu sudah masa lalu ya. Nah, sekarang 2020 kita mengalami kenaikan laba. Laba kita sudah Rp559,6 juta. Naik dari 2019 ke 2020 itu 75 persen naiknya,” ungkapnya. Sedangkan untuk langkah antisipasi kebocoran pendapatan, Jenal menerangkan, pihaknya sudah memulai pembayaran iuran kios secara digital dengan Cash Management Sistem (CMS) di Pasar Sukasari, kemudian Pasar Gunungbatu, Plaza Bogor dan Blok G Pasar Kebonkembang. “Menyusul nanti Blok F nantinya CMS ini akan kita jadikan sistem pembayaran digital untuk meminimalisasi adanya kebocoran,” tuturnya. Sekadar diketahui, pada 2020 dari empat BUMD yang beroperasi di Kota Bogor bagi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yakni bagian laba atas penyertaan modal pada BUMD 2020 terealisasi Rp31,9 miliar atau 95,25 persen dari target Rp33,5 miliar. Sekretaris Bapenda Kota Bogor, Lia Kania Dewi, menjabarkan, dari deviden yang disumbangkan, Perumda Tirta Pakuan menempati urutan pertama dengan realisasi deviden sebesar Rp22,9 miliar atau 100 persen. Lalu di urutan kedua ada BJB dengan realisasi deviden sebesar Rp4,3 miliar atau 98,31 persen dan di urutan ketiga ada Perumda Bank Kota Bogor dengan realisasi deviden sebesar Rp4,4 miliar atau 89,92 persen. “Untuk Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ), realisasi deviden pada 2020 sebesar Rp175 juta atau 14,71 persen dari target Rp1,1 miliar,” pungkasnya. (dil/c/ryn/mam/py)