METROPOLITAN – Di tengah pandemi, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan. DPRD Kota Bogor menyoroti salah satu program dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Di antaranya pengadaan hingga pendistribusian alat kontrasepsi di Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dalduk-KB). Program tersebut dilakukan di tengah kebijakan pembatasan ketat kegiatan masyarakat saat pandemi. Hal itu pun menimbulkan pertanyaan bagi anggota DPRD Fraksi PPP, Akhmad Saeful Bakhri, terkait selama pandemi berapa anggaran yang disediakan Dinas Dalduk KB untuk pengadaan alat kontrasepsi hingga pendistribusiannya, mengingat kegiatan masyarakat dibatasi begitu ketat. "Di masa pandemi ini bagaimana mekanisme distribusinya, untuk sasaran kelompok masyarakat apa saja dan di mana, karena pergerakan masyarakat dibatasi," katanya kepada wartawan, kemarin. Selain itu, ia juga mempertanyakan efektivitas pengadaan alat kontrasepsi. Sebab, persentase angka kehamilan justru meningkat saat pandemi. "Ada keterangan logis untuk realisasi tersebut," katanya. Pria yang akrab disapa Gus M itu mengaku heran mengapa pengadaan alat kontrasepsi sejauh ini cenderung tidak pernah dipublikasikan. Di antaranya seperti berapa jumlah pengadaan kontrasepsinya, bagaimana pembagiannya, ke mana saja dan seperti apa sosialisasinya. "Kalaupun ada pembagian kontrasepsi untuk Pekerja Seks Komersial (PSK), memangnya Kota Bogor ada lokalisasi?" jelasnya. Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Dalduk KB Kota Bogor, Rakhmawati, mengakui bahwa kebutuhan alat kontarasepsi di Kota Bogor semuanya dipenuhi dari BKKBN Pusat melalui BKKBN Provinsi Jawa Barat. Alat kontrasepsi yang disediakan berupa IUD, implan, suntik, pil dan kondom. Sedangkan alat penunjang pelayanan KB berupa IUD kit dan implan, pengadaannya dilakukan DPPKB Kota Bogor dengan dana dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Kesehatan-Keluarga Berencana. "Jumlah pengadaan untuk 2021 adalah 27 unit IUD kit dan 27 unit implant kit dengan total anggaran Rp307,3 juta. Alat penunjang ini akan dialokasikan ke fasilitas kesehatan puskesmas yang melayani pelayanan KB," ujarnya. Akan tetapi, program itu tidak ada tahun ini. Sehingga hanya bersumber dari DAK anggaran pemerintah pusat. Itu pun tidak banyak, hanya 27 IUD dan 29 implan dengan sasaran untuk masyarakat tidak mampu. Jika diuangkan, maka bantuan itu sekitar Rp400 juta, dengan asumsi nilai karya implan dan IUD sama dengan harga satuan Rp17 juta. Ia menegaskan, untuk sosialisasi selama ini terus jalan dan yang mencari sasaran adalah kader. "Jadi, kader yang membawa ke rumah sakit atau di pusat kesehatan masyarakat," ujarnya. Berdasarkan penelusuran, pembelian alat kontrasepsi tahun anggaran 2021 bersumber dari DAU, DAK fisik reguler Rp1,1 miliar. DAK fisik penugasan Rp318 juta dan saat ini sedang berproses serta harus selesai 31 Agustus 2021. Sebab bila lewat nantinya tidak dibayarkan pemerintah pusat. (ryn/eka/py)