METROPOLITAN - Persoalan sengketa lahan di Kabupaten Bogor rupanya menduduki peringkat pertama di Jawa Barat. Bahkan, tak sedikit masyarakat yang harus kehilangan lahannya gegara diduduki orang lain. Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Bogor, Sepyo Achanto, mengatakan, lahan di Kabupaten Bogor hampir 60 persen belum memiliki sertifikat. Sehingga potensi terjadinya sengketa pun cukup tinggi, karena tidak ada legalitas yang dimilikinya. “Karena secara geografi Kabupaten Bogor ini cukup luas, begitu juga dengan luas wilayahnya. Masih banyak lahan kosong,” kata pria yang akrab disapa Piyo ini. Piyo mengungkapkan, salah satu faktor utama dalam sengketa lahan di antaranya banyak lahan yang tidak dikuasai pemilik atau pengelola yang mendapatkan hak. Sehingga tidak sedikit orang yang menyalahgunakannya. Mulai dari menjual atau membangunnya. “Makanya saya berpesan kalau punya tanah itu harus dirawat, jangan sampai diterlantarkan. Karena kalau sudah seperti itu kan tanah itu aman-aman saja,” paparnya. Jika seseorang menelantarkan lahan, sambung Piyo, negara dapat mengambil alih kembali. Namun, semua itu dapat dilakukan dengan menempuh beberapa prosedur. “Memang itu ranahnya di kementerian yang dapat mengambil-alih kembali dengan usulan dari wilayah. Karena jika tidak bermanfaat lebih baik diambil-alih dan dimanfaatkan bagi masyarakat lainnya,” katanya. Sementara itu, Kepala Bidang Pertanahan pada Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP), Eko Mujiarto, mengungkapkan, sengketa lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor itu karena banyak orang memperkarakan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU). Apalagi di Kabupaten Bogor ini banyak sekali eks HGU yang sudah habis masa pakainya. “Ini yang sering menjadi persoalan, sehingga banyak orang yang memperebutkan HGU ini. Sebab, Kabupaten Bogor ini dari ujung sampai ujung banyak sekali HGU,” ungkapnya. (mam/eka/py)