METROPOLITAN – Balai Arkeologi Jawa Barat (Jabar) menelusuri terowongan kuno di bawah saluran air di sekitaran Jalan Nyi Raja Permas, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Kamis (14/10). Penelusuran tersebut dilakukan bersama tim kajian saluran yang dibentuk Wali Kota Bogor, Bima Arya, terdiri dari unsur Pemkot Bogor, Arkeologi Jabar dan tim ahli. “Berdasarkan hasil peninjauan kami tadi memang ditemukan saluran lama. Saluran ini kalau diperhatikan terdiri dari balai yang diperuntukkan ada yang ke arah barat, timur bahkan selatan,” kata Kepala Balai Arkeologi Jabar, Deni Sutrisna, usai meninjau lokasi terowongan kuno, Kamis (14/10). “Namun sayangnya untuk sejauhmana saluran ini berakhir sudah tertutup bekas implasemen bangunan, terutama di dalam lingkungan stasiun kereta api atau depo Stasiun Bogor,” sambungnya. Deni menuturkan, untuk temuan kolam yang sempat menjadi perbincangan publik itu merupakan bangunan kolam retensi yang berperan sebagai tempat resapan air. Di mana sebelum air mengalir ke Sungai Cipakancilan, air tersebut akan diolah terlebih dulu di kolam tersebut. “Betapa hebatnya dulu orang Belanda, mereka sudah berpikir bahwa kotoran limbah itu sebelum masuk ke sungai harus dalam keadaan bersih airnya,” ujarnya. “Makanya ditemukan juga kolam retensi di bagian sisi barat dari temuan yang kita laporkan hari ini untuk gorong-gorong itu,” sambungnya. Deni melanjutkan, ketika membangun fasilitas publik semacam stasiun, orang Belanda dalam hal ini arsitekturnya pasti memperhatikan terlebih dulu kepentingan drainase sebelum membangun fisik di atasnya. Kenapa seperti itu, karena yang terpenting dari fasilitas publik yakni air bersih, buangan air dan sebagainya. “Nah itu dipikirkan dulu. Ini terbukti di beberapa rel kereta api yang kami ketahui seperti di luar Kota Bogor, di Sumatera itu dibangun drainase mumpuni untuk mencegah banjir,” ujarnya. “Kalau di sini (Kota Bogor, red) sangat kompleks, boleh jadi dulu di kawasan stasiun dan yang akan jadi taman atau alun-alun bekas Taman Topi ini dulu sudah terbangun jaringan air yang begitu rapi,” tambahnya. “Di mana fungsinya macam-macam, bisa untuk drainase, filterisasi untuk menyaring air kotor ke air bersih sebelum dibuang ke sungai, juga salah satunya untuk kebutuhan perkantoran atau rumah tangga,” lanjutnya. Saat disinggung soal kondisi bangunan, ia memastikan bangunannya masih bagus. Namun memang ada beberapa lorong yang sudah tertutup sedimentasinya karena lumpur. “Masih bagus. Konstruksinya masih jelas, karena ada gorong-gorong yang berbentuk bulatan dan persegi. Pada prinsipnya masih bisa kita lihat lah, bangunannya kokoh,” katanya. Soal usia bangunan, hal tersebut belum bisa dipastikan. Karena ini kan sesuatu infrastruktur yang lepas dari bangunan pokoknya. “Belum dipastikan. Tapi itu sudah jelas ya, Stasiun Bogor sudah ada sejak 1881 (diperkirakan di bawah tahun tersebut),” ungkapnya. “Yang penting bagi kami adalah bukti yang sudah ada. Itu bisa menjadi bukti sejarah masa lalu. Walaupun sedikit, informasi itu penting bahwa ternyata saluran air di masa lalu khususnya di zaman Belanda menjadi hal penting bagi upaya mengatur kehidupan pemukiman perkantoran saat itu,” terangnya. “Masih ada sisa-sisa saluran air yang dipertahankan dan sisa-sisa saluran air masa lalu yang bisa menjadi pembelajaran bagi generasi masa mendatang,” tandasnya. Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor bakal melibatkan tim ahli dari Universitas Pakuan (Unpak) Bogor untuk menelusuri terowongan kuno di bawah saluran air di sekitaran Jalan Nyi Raja Permas, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Pemkot Bogor nantinya akan memanfaatkan teknologi untuk mengidentifikasi benda bawah tanah hingga kedalaman 10 meter milik Fakultas Teknik Unpak Bogor itu. (rez/ eka/py)