Senin, 22 Desember 2025

Menyulap Gedebong Pisang Kering Jadi Karya Lukis

- Jumat, 5 November 2021 | 11:01 WIB

METROPOLITAN - Banyak cara menciptakan kerajinan tangan. Dengan berbagai ma­cam media dan bahan, di tangan orang kreatif apa pun akan menjadi sesuatu yang bernilai jual tinggi. Seperti di Kampung Teluk­pinang, Kelurahan Telukpi­nang, Kecamatan Ciawi, Ka­bupaten Bogor. Seorang pria berusia 52 tahun bisa meny­ulap gedebong pisang kering menjadi sebuah mahakarya. Agus Mulya, pria asal Kota Bandung yang sudah menetap di Bogor sejak 1987 itu bisa menggambar menggunakan gedebong pisang kering. Ba­han sederhana seperti lem kayu, tripleks sebagai alasnya dan gedebong pisang kering, di tangan pria kelahiran 9 Agustus 1969 itu akan men­jadi karya yang tidak semua orang mampu membuatnya. Sejak remaja, Agus memang gemar menggambar meng­gunakan cat air di kertas atau­pun kanvas. Ia merasa kegema­rannya gambar-menggambar adalah sebuah hobi yang dalam tanda kutip ”iseng” ia lakukan untuk mengisi keko­songan setelah pulang kerja. Agus memilih merantau ke Bogor atas ajakan temannya untuk bekerja sebagai pegawai pabrik. Selama tinggal di Bogor, ba­nyak karya yang sudah ia ciptakan sebelum akhirnya pada 2016 Agus mulai melu­kis dengan media yang baru, yakni gedebong pisang kering. Agus memulai aksinya saat berada di Cisarua, Kabupaten Bogor. Saat itu ia sedang me­lamun ke arah pohon pisang yang sudah mengering di sisi-sisi jalan. ”Kata saya teh, itu gedebong pisang bagus amat warnanya. Cokelat-cokelatnya mencolok gitu. Sampai di rumah, saya pergi ke kebun belakang ru­mah, nyari gedebong, terus saya coba gunting-gunting, tempel di keramik. Setelah jadi nggak terlalu bagus dan menempel, sampai akhirnya saya coba pakai tripleks, pakai lem kayu,” tutur Agus dengan sebatang rokok kretek di tangannya. Dinding rumah Agus penuh karya miliknya. Pria berke­pala plontos itu menghiasi setiap dinding dengan gambar-gambar menggunakan cat air. Terdapat juga beberapa karya seperti pot dari gedebong pisang serta bunga liar yang ia buat dari gedebong pisang kering. Salah satu lukisan dari ge­debong pisang kering mas­terpiece miliknya adalah se­buah lukisan bergambar orang utan yang sedang memegang uang yang di depannya ter­dapat kopi panas dengan tatakan uang juga. Lukisan sebesar 10x50 sentimeter itu adalah cita-citanya yang ingin ia capai dari penghasi­lan berkarya menggunakan bahan gedebong pisang kering. ”Itu ada ceritanya, saya ingin kayak gitu ke depannya. Pegang uang yang saya hasil­kan dari melukis. Ada kopi dengan tatakan uang di situ. Ceritanya setelah kopinya habis lalu gelas diangkat, uang itu saya bawa pulang juga,” ucap Agus sembari tertawa kecil. Pada 2019, Agus sempat mengikuti pelatihan Achiev­ment Motivation Training (AMT) Industri Kecil dan Me­nengah yang diadakan Dinas Perdagangan dan Industri Kabupaten Bogor di salah satu hotel di daerah Kecama­tan Cisarua, Puncak. Dalam kesempatan itu, di­rinya membawa lima karya yang juga dipamerkan seka­ligus diikutsertakan lomba. Alhasil, jerih payahnya selama ini terbayar dengan menyabet juara dua dalam lomba ter­sebut. Namun, dari prestasi yang ia dapatkan, tidak berbuah manis dengan yang diharap­kan Agus. Setelah mendapat sertifikat dan dilebel sebagai juara dua, tak ada sedikitpun dukungan dari pemerintah setempat untuk dirinya mengembangkan keahliannya menjadi sebuah mata penca­harian. Kesulitan utamanya untuk konsisten berkarya adalah alat-alat yang harus ia beli. Seperti pernis dan jiga bingkai untuk mempercantik hasil lukisannya. ”Kalau sudah dipernis kan jadi mengkilap. Warnanya juga makin naik. Kalau bing­kainya supaya enak ketika dipajang. Tapi itu semua bu­tuh uang, saya ga ada modal. Itu juga yang udah dibingkai, bingkainya boleh dikasih orang,” kata Agus kepada Met­ropolitan. Bahkan, beberapa karyanya dilepas begitu saja tanpa ada harga yang dibanderol. Setiap tamu yang datang ke rumah­nya akan langsung meminta lukisannya dengan ditukar sebungkus rokok atau tak sama sekali. ”Ada saja sih yang kayak gitu, cuma nggak apa-apa ihklas saja saya mah. Saya harap nanti ada yang lebih besar dari itu,” ujar Agus. Hingga saat ini, pria plontos yang saat itu menggunakan kaos berwana biru menging­inkan agar mendapat lirikan dari pemerintah setempat untuk bantuan agar bisa me­neruskan keahliannya dan hidup dari melukis meng­gunakan gedebong pisang. ”Keahlian jadi mata penca­harian, bakat jadi uang. Saya kepinginnya begitu,” singkat­nya. Pemasaran yang dibuat Agus sampai saat ini hanya dari mulut ke mulut . Di zaman era digital ini, Agus tak pernah memasarkan karya lukisnya di internet ataupun memiliki galeri sendiri untuk orang melihat secara langsung dan memilih karya yang akan di­belinya. Agus sendiri tak per­nah mematok harga dalam sekali menggambar ketika ada yang memesan untuk dilukis dirinya menggunakan gede­bong pisang. ”Paling mahal saya jual Rp300.000 yang beli Pak Kadis Perdagangan saat pameran 2019. Kalau sisanya selagi konsumen mau belikan per­nisnya, bingkainya saya bua­tin (lukis). Untuk jasa lukis seikhlasnya saja. Saya nggak tahu mau matok harga be­rapa,” tandas Agus. (far/c/ eka/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X