METROPOLITAN - Banyak cara menciptakan kerajinan tangan. Dengan berbagai macam media dan bahan, di tangan orang kreatif apa pun akan menjadi sesuatu yang bernilai jual tinggi. Seperti di Kampung Telukpinang, Kelurahan Telukpinang, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Seorang pria berusia 52 tahun bisa menyulap gedebong pisang kering menjadi sebuah mahakarya. Agus Mulya, pria asal Kota Bandung yang sudah menetap di Bogor sejak 1987 itu bisa menggambar menggunakan gedebong pisang kering. Bahan sederhana seperti lem kayu, tripleks sebagai alasnya dan gedebong pisang kering, di tangan pria kelahiran 9 Agustus 1969 itu akan menjadi karya yang tidak semua orang mampu membuatnya. Sejak remaja, Agus memang gemar menggambar menggunakan cat air di kertas ataupun kanvas. Ia merasa kegemarannya gambar-menggambar adalah sebuah hobi yang dalam tanda kutip ”iseng” ia lakukan untuk mengisi kekosongan setelah pulang kerja. Agus memilih merantau ke Bogor atas ajakan temannya untuk bekerja sebagai pegawai pabrik. Selama tinggal di Bogor, banyak karya yang sudah ia ciptakan sebelum akhirnya pada 2016 Agus mulai melukis dengan media yang baru, yakni gedebong pisang kering. Agus memulai aksinya saat berada di Cisarua, Kabupaten Bogor. Saat itu ia sedang melamun ke arah pohon pisang yang sudah mengering di sisi-sisi jalan. ”Kata saya teh, itu gedebong pisang bagus amat warnanya. Cokelat-cokelatnya mencolok gitu. Sampai di rumah, saya pergi ke kebun belakang rumah, nyari gedebong, terus saya coba gunting-gunting, tempel di keramik. Setelah jadi nggak terlalu bagus dan menempel, sampai akhirnya saya coba pakai tripleks, pakai lem kayu,” tutur Agus dengan sebatang rokok kretek di tangannya. Dinding rumah Agus penuh karya miliknya. Pria berkepala plontos itu menghiasi setiap dinding dengan gambar-gambar menggunakan cat air. Terdapat juga beberapa karya seperti pot dari gedebong pisang serta bunga liar yang ia buat dari gedebong pisang kering. Salah satu lukisan dari gedebong pisang kering masterpiece miliknya adalah sebuah lukisan bergambar orang utan yang sedang memegang uang yang di depannya terdapat kopi panas dengan tatakan uang juga. Lukisan sebesar 10x50 sentimeter itu adalah cita-citanya yang ingin ia capai dari penghasilan berkarya menggunakan bahan gedebong pisang kering. ”Itu ada ceritanya, saya ingin kayak gitu ke depannya. Pegang uang yang saya hasilkan dari melukis. Ada kopi dengan tatakan uang di situ. Ceritanya setelah kopinya habis lalu gelas diangkat, uang itu saya bawa pulang juga,” ucap Agus sembari tertawa kecil. Pada 2019, Agus sempat mengikuti pelatihan Achievment Motivation Training (AMT) Industri Kecil dan Menengah yang diadakan Dinas Perdagangan dan Industri Kabupaten Bogor di salah satu hotel di daerah Kecamatan Cisarua, Puncak. Dalam kesempatan itu, dirinya membawa lima karya yang juga dipamerkan sekaligus diikutsertakan lomba. Alhasil, jerih payahnya selama ini terbayar dengan menyabet juara dua dalam lomba tersebut. Namun, dari prestasi yang ia dapatkan, tidak berbuah manis dengan yang diharapkan Agus. Setelah mendapat sertifikat dan dilebel sebagai juara dua, tak ada sedikitpun dukungan dari pemerintah setempat untuk dirinya mengembangkan keahliannya menjadi sebuah mata pencaharian. Kesulitan utamanya untuk konsisten berkarya adalah alat-alat yang harus ia beli. Seperti pernis dan jiga bingkai untuk mempercantik hasil lukisannya. ”Kalau sudah dipernis kan jadi mengkilap. Warnanya juga makin naik. Kalau bingkainya supaya enak ketika dipajang. Tapi itu semua butuh uang, saya ga ada modal. Itu juga yang udah dibingkai, bingkainya boleh dikasih orang,” kata Agus kepada Metropolitan. Bahkan, beberapa karyanya dilepas begitu saja tanpa ada harga yang dibanderol. Setiap tamu yang datang ke rumahnya akan langsung meminta lukisannya dengan ditukar sebungkus rokok atau tak sama sekali. ”Ada saja sih yang kayak gitu, cuma nggak apa-apa ihklas saja saya mah. Saya harap nanti ada yang lebih besar dari itu,” ujar Agus. Hingga saat ini, pria plontos yang saat itu menggunakan kaos berwana biru menginginkan agar mendapat lirikan dari pemerintah setempat untuk bantuan agar bisa meneruskan keahliannya dan hidup dari melukis menggunakan gedebong pisang. ”Keahlian jadi mata pencaharian, bakat jadi uang. Saya kepinginnya begitu,” singkatnya. Pemasaran yang dibuat Agus sampai saat ini hanya dari mulut ke mulut . Di zaman era digital ini, Agus tak pernah memasarkan karya lukisnya di internet ataupun memiliki galeri sendiri untuk orang melihat secara langsung dan memilih karya yang akan dibelinya. Agus sendiri tak pernah mematok harga dalam sekali menggambar ketika ada yang memesan untuk dilukis dirinya menggunakan gedebong pisang. ”Paling mahal saya jual Rp300.000 yang beli Pak Kadis Perdagangan saat pameran 2019. Kalau sisanya selagi konsumen mau belikan pernisnya, bingkainya saya buatin (lukis). Untuk jasa lukis seikhlasnya saja. Saya nggak tahu mau matok harga berapa,” tandas Agus. (far/c/ eka/py)