METROPOLITAN - Santri dan santriwati yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Santri se-Jawa Barat mendapatkan bekal antiradikalisme dalam Seminar Deradikalisasi bertema ’Berantas Radikalisme Teroris Untuk Indonesia yang lebih maju’ di Yayasan Pondok Pesantren Sirojul Huda, Jalan Baranangsiang Indah, Kelurahan Cikeas, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, Minggu (5/12). Dalam kesempatan itu terdapat tiga narasumber, yakni Koordinator Jaringan Muslim Madani Syukron Jamal, Managing Director Sembilan Bintang Law & Partner Raden Anggi Triana Ismail dan Direktur Eksekutif Kadin Kota Bogor Bagus Maulana Muhammad yang memberikan bekal dan masukan untuk puluhan santri dan santriwati yang mengikuti seminar tersebut. Menurut Ketua Forum Silaturahmi Santri se-Jawa Barat, Muhammad Fahmi Fauzan, seminar tersebut diperuntukkan bekal para santri dan santriwati mendapatkan informasi terkait pencegahan paham radikal dan terorisme di lingkungan pesantren di Jawa Barat, khususnya di Kota Bogor. ”Sekarang santri sudah semakin berani mengumandangkan perang melawan pemerintah, sementara tidak tahu persoalan di dalam pemerintah itu sendiri. Jadi akhirnya terbawa arus, terpengaruh dengan hal-hal yang sifatnya radikal. Ini menjadi perhatian penting untuk santri generasi muda untuk tahu betapa berbahayanya paham radikalisme itu,” ungkap Fahmi kepada Metropolitan, Minggu (5/12). Sementara itu, Koordinator Jaringan Muslim Madani Syukron Jamal menuturkan, radikalisme adalah suatu pemikiran yang paling berbahaya dari umat beragama. Radikalisme sendiri datang dari pemahaman yang salah tentang paham jihad dalam agama Islam. ”Yang radikal itu pahamnya yang salah. Orang kalau sudah pahamnya salah itu sudah buat diluruskan. Tapi kalau salah paham masih bisa diluruskan. Jihad itu bukan semata-mata memburu orang kafir, jihad itu dalam artinya, kita jangan jadi orang yang salah paham, apa lagi pahamnya yang salah,” tutur Syukron saat memberikan materinya dalam Seminar Deradikalisasi, Minggu (5/12). Selain itu, Syukron mengajak dan membuka pemahaman dan wawasan para santri di Jawa Barat, khususnya di Kota Bogor, agar lebih mengerti tentang paham radikalisme yang begitu melekat dengan Islam. ”Itu tidak dapat dipungkiri. Artinya, kalau kita kembali pada ajaran Islam itu sendiri, sebagai Islam rahmatan lilalamin tentu kita tahu sangat bertolak dengan paham radikalisme, ekstrimisme bahkan terorisme,” sambung Syukron. Dari mata hukum, radikalisme dan terorisme adalah sebuah permasalahan yang paling diperhatikan pemerintahan Indonesia. Managing Director Sembilan Bintang Law & Partner, Raden Anggi Triana Ismail, menjelaskan, pengaturan tentang terorisme sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang. Dalam UU tersebut, terorisme diartikan sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas. ”Intinya yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan itu masuk kegiatan yang sifatnya terorisme,” tukas Anggi. (far/c/eka/py)